Selasa, 20 September 2011

Candi Muaro Jambi Seharusnya Tak Cuma Jualan Bata Merah



KHUSUSNYA pada hari libur serta akhir pekan, kesadaran terhadap adanya jarak 12 abad antara zaman pendirian Candi Muaro Jambi dan abad XXI saat ini akan begitu kuat menyapa. Lalu lalang pengunjung, juga celoteh serta aksi foto narsis mereka adalah penyebabnya.

Hal tersebut terutama terjadi di sekitar Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Tinggi I, juga tepian Kolam Telagorajo. Adanya penambahan fasilitas becak dan sepeda kemudian mendorong sebagian pengunjung agak beringsut lebih jauh melanjutkan jelajah mereka hingga Candi Kembar Batu dan Candi Astano di bagian timur komplek.

Pemugaran dan penggalian di sekitar Candi Kedaton, yang kemudian
menghasilkan penemuan tiga buah makara, juga membuat banyak pengunjuang mampir ke candi yang berjarak sekitar 1,5 kilometer sebelah barat komplek utama Situs Candi Muara Jambi. Pilihan mampir itu bisa terjadi sebelum atau sesudah mengunjungi komplek Candi Muara Jambi. Bangunan Candi Kedaton kebetulan terletak tak jauh dari tepi jalan aspal yang menghubungkan Desa Muara Jambi dan Kota Jambi. Sayangnya, sebagian besar pengunjung itu bisa dibilang memang lebih banyak menghabiskan waktu dan terkonsentrasi di seputaran Candi Gumpung dan Candi Tinggi.

Sebenarnya masih banyak pilihan di komplek candi berluas total sekitar 1.500 hektare itu, selain melulu mengunjungi tempat-tempat yang tersebutkan tadi. Sekitar dua kilometer sebelah barat areal komplek percandian utama, ada Candi Gedong I dan Candi Gedong II.

Candi pertama  merupakan tempat penemuan sejumlah pecahan keramik Cina kuno serta pecahan kaca arkaik dari zaman sekitar seribu tahun silam. Di candi tersebut ditemukan pula pecahan genteng serta umpak batu atau alas untuk menegakkan tiang. Dengan begitu, candi tersebut diperkirakan dahulunya selain memiliki struktur bata memiliki pula struktur kayu.

Candi kedua adalah tempat penemuan patung gajah berpenumpang singa. Patung yang dikenal sebagai Patung Gadjahsinga tersebut kini tersimpan di Museum Candi Muara Jambi.

Untuk mencapai Candi Gedong I dan Gedong II, pengunjung dapat menyusuri jalur berkonblok yang berpangkal dari sebuah pertigaan kecil sebelah selatan Candi Gumpung.

Beberapa waktu  lalu, saya  sempat berkunjung ke Candi Gedong I dan Gedong II tadi. Kiri kanan jalan berkonblok menuju dua candi  itu terapit oleh kebun-kebun milik warga, juga gubuk-gubuk panggung mungil tempat menjagai tanaman. Penduduk setempat antara lain memelihara tanaman kakao, durian, duku, kacang tanah serta cabai.

Kebun-kebun warga tersebut disebut-sebut masih menyimpan banyak menapo atau gundukan reruntuhan candi yang belum tergali. Jumlah titik yang diduga sebagai candi di situs yang bergaris tengah sekitar 12 kilometer tersebut adalah paling tidak 80 buah.

Dalam jarak sekitar 400 meter dari Candi Gumpung, ada sebuah jembatan kayu. Jembatan tersebut melintang di atas sebuah sungai kecil berlebar sekitar delapan meter. Namun, sungai kecil tersebut sebenarnya bukanlah sebuah sungai biasa. Sungai kecil itu adalah kanal kuno dari masa abad XIX. Pada era Melayu Kuno dahulu, orang berperahu melewati kanal-kanal ini untuk menjangkau Candi Muaro Jambi dari Sungai Batanghari.

Separo jalan menyusuri jalur berkonblok itu, Candi Gedong I dan Candi Gedong II barulah akan terlihat dalam lindungan pagar kawat berduri. Melalui pintu pagar yang memang tak dikunci, saya pun masuk ke dalam areal candi dan membidikkan kamera beberapa kali.

Di sekitar dua candi ini, warna cokelat dan hijau yang ada hadir lebih gelap dari area utama komplek yang mirip lapangan golf. Pekarangan kedua candi ini tampak kotor, bata-bata tua berserakan di banyak bagiannya. Tanah pekarangan yang sedikit saja ditumbuhi rumput dibuat becek oleh siraman hujan beberapa jam sebelumnya, menjadi satu hal yang mudah menjebak langkah lagi mengotori kaki. Dengan kondisi semacam itu, Tribun jadi dapat memaklumi orang-orang yang menyisihkan kedua candi tersebut dari tempat kunjungan selama berplesir di Komplek Candi Muara Jambi.

Pekarangan Candi Gedong I dan Gedong II memang masih lebih terlihat sebagai sebuah reruntuhan. Seorang arkeolog atau sejarawan bisa jadi masih akan tertarik padanya, namun pelancong biasa agaknya sulit diharapkan merasakan impresi yang sama. Jarak kedua candi tersebut dari areal utama komplek candi pun tak bisa dibilang dekat, lebih lagi jika coba ditempuh secara jalan kaki.

Lebih dari seperempat jam di pekarangan dua candi yang ditegaki sisa-sisa gapura kuno itu, tiada pengunjung lain datang menyusul. Yang terlihat justru seorang pemburu burung dan bedilnya, juga seorang pengendara sepedamotor yang menuju kebunnya sembari menenteng parang.

Agaknya, butuh terobosan kreatif untuk membuat pengunjung mau berkunjung hingga kemari. Namun, seorang pengunjung asal Medan, yakni pemuda dua puluhan tahun bernama Ahmad Adhali (22) mengusulkan satu hal tak ada salahnya untuk diseriusi.

"Kan saya dengar kebun-kebun warga di sekitar candi banyak ditumbuhi pohon buah-buahan seperti durian dan duku. Saya rasa akan menarik jika wisata di Candi Muara Jambi digabungkan dengan wisata menikmati tanaman durian dan duku. Orang jadinya tidak hanya menonton candi-candii bata yang tidak utuh lagi," kata mahasiswa Agribisnis Universitas Sumatera Utara (USU) ketika saya ajak berbincang dalam kunjungannya ke Candi Muaro Jambi beberapa waktu lalu. Ahmad agaknya benar, wisata Candi Muara Jambi sebaiknya meman memiliki jualan lain selain candi-candi batanya....(yoseph kelik)

*foto Candi Tinggi diambil dari situs Tribunjambi.com


Artikel Berkaitan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar