Minggu, 14 Agustus 2011

Tradisi Berumur Sembilan atau Sepuluh Windu (2)

TAK benar-benar ada tahun pasti tentang awal mula tradisi pawai topeng kala Lebaran di Desa Muara Jambi. Hanya saja dalam penelusuran yang dilakukan para pemuda Desa Muara Jambi sekitar dua tahun silam, yakni dengan cara mewancarai para sesepuh desa, didapati ingatan sejarah lisan tradisi tersebut telah ada di dekade 1930-an. Ini berarti umur tradisi paling tidak adalah sembilan atau sepuluh windu.

Penelusuran dua tahun lalu itu dilakukan para pemuda ketika hendak menyusun semacam sinopsis sejarah siangkat tradisi topeng desa mereka. Mereka melakukan hal tersebut sebelum menampilkan seni topeng ala desa mereka dalam pawai pembangunan di Sengeti pada 17 Agustus 2008 serta pawai pembangunan di Kota Jambi sehari setelah itu. 

Riuhnya Acara Topeng Lebaran Ala Desa Muara Jambi (1)

ADA yang unik dari Idul Fitri alias Lebaran di Desa Muara Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi. Di desa di dekat Komplek Percandian Muaro Jambi tersebut tentu saja ada gema takbir, bunyi petasan dan nyala kembang api. Di sana, sama halnya seperti pemukiman kaum Muslim lainnya, berlangsung pula acara sholat ied, silaturahmi dari rumah ke rumah dan halal bihalal. Jika ditanya perihal suguhan kue-kue yang berlimpah maupun jamuan ketupat, jawabannya pun ialah ya.

Hanya saja, ada satu tradisi tahunan setiap Lebaran di desa tersebut yang tak setiap desa di Provinsi Jambi atau bahkan di Indonesia memilikinya. Tradisi tersebut berupa pawai keliling kampung oleh belasan orang bertopeng. Pawai itu biasa berlangsung setiap Lebaran hari pertama, yakni siang hari sekitar selepas dzuhur. Hebatnya, berdasarkan ingatan sejumlah warga
yang telah berusia lanjut, tradisi ini paling tidak telah berlangsung sekitar sembilan windu alias tujuh puluh dua tahun. Wow...

Jumat, 10 September 2010 siang silam, tradisi tahunan tersebut kembali berlangsung. Sejak sehabis Sholat Jumat, anak-anak tampak