Senin, 31 Oktober 2011

Peti Besi Ajaib

ANDREA Hirata pernah menyebut benda ini sebagai benda ajaib. Sebutan demikian dilontrakan penulis kelahiran Pulau Belitung itu melalui tulisan di bagian tengah novel perdananya yang luar biasa laris, Laskar Pelangi. 
BUS Surat di depan Kantor Pos Pemeriksa (Kantor Pos Besar) Kota Jambi.

Menurut  Andrea, keajaiban si benda berbentuk peti besi itu adalah dalam soal kemampuannya menghantarkan hingga ke tempat-tempat jauh benda-benda berbahan kertas, yang dicemplungkan ke dalam badannya melalui celah memanjang di sisi mukanya. Sebut Andrea, semua benda kertas yang dimasukkan ke dalam peti itu bakal sampai ke tempat manapun di Indonesia dalam hitungan tiga hari sampai dengan dua minggu.

Agar si peti besi ajaib mampu mengantar hingga tempat yang dituju ada dua macam syarat.

Jumat, 28 Oktober 2011

Kloset Duduk

Oleh Yoseph Kelik

SAYA kali pertama menginjakkan kaki di Kota Jambi hampir dua tahun lalu. Dua puluh dua bulan silam tepatnya.

Awal Desember 2009 itu, saya datang ke Ibukota Provinsi Jambi ini bersama delapan orang teman, sesama calon wartawan baru untuk calon jabang bayi Harian Pagi Tribun Jambi yang baru akan terbit empat bulan kemudian. Delapan orang teman seperjalanan dan seperjuangan saya itu, hasil pelatihan dua bulan di Bandung, terdiri dari lima reporter yakni Duanto, Bandot, Jari, Bony, serta Habibie, juga tiga fotografer yaitu Hanif, Prast, dan Taufan. Dua desainer grafis sesama peserta pelatihan di Tribun Jabar, Suud dan Prima, dititipkan lebih dahulu di Tribun Lampung

SEBELAS alumnus pelatihan wartawan di Bandung berfoto bersama dengan  Pak  Cecep, Mbak Hasanah, dan Mbak Dwi di depan Grha Tribun Jabar, Bandung (foto oleh Hanif Burhani)

Karat di Sayap
Kami bersembilan sampai di Jambi dengan menunggang

Selasa, 25 Oktober 2011

Wonogiri, dari Peta Naik ke Hati (4: Solo Coret)

KOTA Wonogiri dan Gunung Gandul (foto dari
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=520809&page=34)
Bagian Keempat dari Lima Tulisan


JIKA kini dilihat dari udara, Kota Kabupaten Wonogiri membentuk semacam huruf Y. Bagian awal kota ini, yang berkembang dari awal abad XX sampai dengan sekitar tahun 1980-an adalah kaki si huruf Y, terhampar dari utara ke selatan. Sejak 1980-an perkembangan kota ini lantas cenderung bercabang ke dua arah. Cabang pertama mengarah ke utara dan barat laut alias mengarah ke Sukoharjo dan Solo, cabang kedua mengarah ke timur alias ke arah Ponorogo. Sumbu dari huruf Y itu sendiri adalah Ponten,

Wonogiri, dari Peta Naik ke Hati (3: Sebuah Kabupaten Berbukit-Bukit Kapur)



BUKIT kapur di tepi jalan raya antara Kota Kabupaten Wonogiri dan Kota Kecamatan Wuryantoro
(foto diambil dari  wartaparanggupito.blogspot.com)

Bagian Ketiga dari Lima Tulisan


DAERAH kurang air, tandus, juga penuh dengan bukit-bukit kapur. Rasanya demikian gambaran minus yang kerap segera melintas di bayangan orang dari luar Wonogiri begitu mendengar kata Wonogiri, kabupaten tempat saya berasal. Saya sendiri secara pribadi tak cuma sekali dua kali menemukan secara langsung kejadian semacam itu, yaitu yang menunjukkan atau paling tidak mengindikasikan adanya stereotip minus tentang Wonogiri. Biasanya itu terjadi ketika saya memberitahu teman atau memerkenalkan diri kepada kenalan baru sebagai seorang yang berasal dari Wonogiri.

"O...Wonogiri. Eh, itu yang sering kekeringan ya?" ucap beberapa dari mereka.