Kamis, 26 Januari 2012

Halma dan Mancala Jarang Dibeli, Scrabble Masih Diminati

Oleh Yoseph Kelik

ANEKA permainan papan. (Foto oleh Hanif Burhani, dimuat di halaman 12 Harian Pagi Tribun Jambi pada Minggu, 22 Januari 2012)
 
POINT Blank, Ragnarok Online, Texas Hold'Em Poker, Mafia Wars, Farm Ville, Angry Birds... Semua yang baru saja saya sebutkan tadi rasanya bukan hal yang asing bagi anda, lebih lagi yang tergolong kawula muda. Malah, saya yakin bahwa banyak dari anda mengakrabi nama-nama tadi, pula menjadikan mereka bagian dari keseharian.

Permainan elektronik, itulah penggolongan yang umum dikenal untuk menyebut si Point Blank dan kawan-kawannya tadi. Ada lagi satu penyebut alternatif, yang tentulah lebih anda kenal dekat, yakni game alias gim. Sekarang ini memang sedang trennnya gim-gim elektronik semacam itu. Lebih lagi gim yang bersifat multipemain, yang ditandingkan secara online melalui jaringan internet.

Popularitas gim-gim semacam itu berkembang sejak era konsol semacam Nintendo dengan gim Donkey Kong dan Super Mario Bros. Terus berlanjut bersama kehadiran konsol PlayStation serta X-Box. Gelombang selanjutnya terjadi seiring meluasnya kepemilikan dan penggunaan laptop dan netbook, yang diikuti pula perluasan cakupan layanan seluler, plus kian mudahnya menemukan area ber-wi-fi, pula merebaknya situs jejaring sosial. Lalu, kian melonjak lagi begitu orang-orang mulai banyak memiliki ponsel-ponsel cerdas dan kemudian juga komputer tablet.

Catur Masih Sering
Sebelum aneka gim elektronik merajelala, ada aneka permainan konvensional yang telah jauh lebih dulu eksis dan jadi pengisi waktu bagi kawan-sekawan maupun keluarga. Contohnya adalah macam- macam permainan papan, yakni permainan dengan menggerakan sejumlah bidak di atas sebidang papan permainan. Pergerakan bidak-bidak tadi ada yang ditentukan melalui kocokan dadu, ada pula yang tidak, tergantung jenis permainannya.

Nah, saya berkunjung ke Toko Buku Gramedia Jambi di Jalan Sumantri Brojonegoro, Kota Jambi, pada Kamis, 19 Januari 2011 siang. Di sana, sepengamatan saya, macam-macam permainan papan non elektronik masih banyak dijual. Rincian jenisnya antara lain monopoli  yang dijual Rp 178 ribu per set, scrabble yang dibanderol Rp 83 ribu per set, paket 3 in 1 ludo-halma-ular tangga yang dijual Rp 58 ribu per set, reversi alias othelo yang dihargai Rp 58 ribu per set juga, catur yang dijual pada harga antara Rp 36 ribu sampai dengan Rp 101 ribu per set, juga mancala alias congklak yang dibanderol Rp 83 ribu per set. Selain itu, ada juga permainan konvensional lain seperti dart game alias lempar paser, karambol, juga tentu saja kartu remi. Semua ini, saya dapati tertata rapi di konter permainan, alat musik, serta alat olahraga.

Satu pertanyaan yang kemudian muncul di benak saya adalah soal seperti apa animo orang saat ini terhadap permainan papan. Masihkah permainan-permainan semacam itu diminati orang ketika gim-gim elektronik sudah begitu mewabah?

"Kalau catur masih sering main. Biasanya itu mainnya di rumah sama Abang," kata seorang pengunjung konter permainan Toko Buku Gramedia Jambi, Tatang (14), kepada saya yang mengajaknya mengobrol pada Kamis siang itu.

LUDO (foto dari mastersgames.com)
Hari itu, siswa kelas IX SMP Negeri 8 Jambi tersebut datang ke Toko Buku Gramedia bersama teman sekelasnya, Permadi. Mereka awalnya datang untuk membeli kartu remi. Namun, kemudian meluangkan waktu sejenak mengamati tumpukan aneka permainan di di konter tersebut. Perhatian keduanya sempat tertuju beberapa lama ke kotak-kotak yang memuat paket 3 in 1 ludo-halma- ular tangga. Mereka tampak mengamati gambar-gambar papan permainan bercampur susunan bidak yang menghiasi permukaan kotak.

HALMA (foto dari lautanindonesia.com)
"Kalau yang ini tahulah, ular tangga. Kalau yang dua ini dak tahu apo, dak tahu jugo kek mano mainnyo," ucap Permadi seraya sedikit terkikik. Kata-kata yang kurang lebih senada datang pula dari Tatang yang berdiri di sebelahnya. Dua permainan papan yang tidak diketahui nama maupun cara bermaiannya oleh Tatang dan Permadi tadi adalah ludo dan halma.   

Nasib yang Berbeda
Permainan papan semacam ludo, halma, dan ular tangga memang tergolong jarang dibeli orang. Demikian cerita yang saya dengar dari pramuniaga Toko Buku Gramedia Jambi, Budianto, yang setahun terakhir bertugas di konter permainan, alat musik, serta alat olahraga. 

"Yang sepertinya tidak ada lagi yang cari sekarang ini lho, mancala," kata Budianto sembari menunjuk kotak permainan yang dia maksud. Mancala ini di banyak daerah di Indonesia umum dikenal sebagai congklak, sedangkan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur kerap disebut sebagai dakon.

MANCALA (foto dari thefamilyroom.marthastewart.com)

 Namun, tak semua permainan papan tak lagi terlirik seperti ludo, halma, ataupun mancala. Scrabble contohnya punya nasih yang berbeda dibandingkan rekan-rekan sejawatnya. Menurut Budianto, permainan susun kata yang biasanya dalam bahasa Inggris tersebut masih sangat diminati orang. Banyak pembeli scrabble datang dari orangtua yang membelikan anaknya, juga dari para guru. Besarnya minat itu bisa dilihat dari stok bulanan scrabble di Toko Gramedia Jambi yang bisa dibilang selalu habis.

SCRABBLE (foto dari geekinheels.squarespace.com)
"Scrabble di sini sebulannya distok 24 buah. Itu biasanya selalu butuh diisi lagi terus," kata Budianto. Seingatnya pula, beberapa hari sebelumnya, seorang guru membeli 10 set scrabble sebagai alat peraga mengajar untuk para anak didiknya di sekolah.

Imbuhnya, catur adalah permainan papan yang lain tetap banyak dibeli orang. Akhir-akhir ini, catur yang banyak dibeli orang adalah yang seharga Rp 95 ribu per setnya.

"Buah caturnya agak beda dari yang biasa. Kalau yang biasa kan hitam sama putih. Kalau ini, silver sama kuning emas. Katanya, karena bagus ada yang pakai juga sebagai pajangan," ucap Budianto seraya menunjuk catur berbuah catur warna silver dan emas tadi. Imbuhnya, saking larisnya catur model ini, stoknya sekarang di Toko Gramedia Jambi tinggal satu.




----------------------------------------------------------


Sidebar: Aneka Permainan Papan
>Monopoli:

MONOPOLI (foto dari upload. wikimedia.org)
Permainan papan untuk menguasai semua petak di atas papan melalui pembelian, penyewaan dan pertukaran properti dalam sistem ekonomi yang disederhanakan. Setiap pemain melemparkan dadu secara bergiliran untuk memindahkan bidaknya. Jika ia mendarat di petak yang belum dimiliki oleh pemain lain, ia dapat membeli petak itu sesuai harga yang tertera. Bila petak itu sudah dibeli pemain lain, ia harus membayar pemain itu uang sewa yang jumlahnya juga sudah ditetapkan. Permainan ini lahir dengan nama The Landlord's Game dan diciptakan oleh Elizabeth Magie pada 1904, kemudian dipatenkan dengan nama Monopoly oleh Charles Darrow pada 1935.

>Scrabble: 
Permainan papan dengan cara menyusun kata dan dimainkan 2 sampai 4 orang. Kata-kata yang dibuat harus merupakan kata yang diizinkan untuk dimainkan berdasarkan kamus standar sesuai dengan bahasa yang dimainkan. Permainan ini diciptakan pertama kali pada 1938 dengan nama "Criss-Crosswords" oleh Alfred Mosher Butts. Hak ciptanya saat ini dipegang oleh perusahaan Hasbro.

>Halma: 
Permainan papan dengan area bermain berbentuk bintang daud. Para pemainnya bertujuan memindahkan sekelompok bidak yang dipunyainya dari kantong segitiga asal menuju kantong segitiga di seberangnya. Yang paling cepat berhasil menyeberangkan seluruh bidaknya menjadi pemenang.

>Ludo: 
Permainan di mana 2-4 anak mengatur strategi untuk berlomba memindahkan 4 bidak pion dengan menggunakan dadu. Pemenangnya merupakan pemain yang semua bidaknya paling cepat dipindahkan ke tujuan.

>Reversi/Othello: 
REVERSI alias Othello (foto dari gameoz.com.au)
Permainan yang menggunakan papan berisi kotak sebanyak 8 x 8 petak. Dua orang pemainnya mengisi petak-petak itu dengan keping-keping hitam dan putih. Tujuan dari permainan ini adalah kedua pemain saling berusaha memiliki jumlah keping terbanyak di akhir permainan untuk jadi pemenang.
(wikipedia/newtha.wordpress.com/genethello.blogspot.com/yoseph kelik)

----------------------------------------------------------


CATATAN:
Ini merupakan versi tulisan asli dari artikel yang dimuat di halaman 12 Harian Pagi Tribun Jambi pada Minggu, 22 Januari 2012. Namun, saya lantas sedikit mengedit ulang, mengganti beberapa kata dan susunannya, juga memerbaiki beberapa tanda baca.


Artikel Berkaitan
Tanpa Jersey Bukan Penggemar Sejati 

1 komentar: