Kamis, 05 Januari 2012

Bersepeda 50 Kilometer di Segarnya Udara Bukittinggi

Oleh Yoseph Kelik

ROMBONGAN Tur BTW Jambi berfoto di depan rumah Ridwan-Nurleli sebelum berangkat bersepeda
"DINGIN tidak semalam?"

Nurleli (55), sang nyonya rumah dan istri dari Ridwan Puar (67) bertanya demikian tak lama seraya menyuguhkan kopi dan kue-kue hangat. Saat itu, suasana seputaran rumahnya di Kecamatan Sungai Puar, Kabupaten Agam, Sumatera Bara, masih gelap. Minggu, 25 Desember 2011 itu baru berumur sekitar empat setengah jam.

Ibu dari empat anak ini menujukan pertanyaan tersebut kepada tak kurang dari 20 orang, termasuk saya, yang telah mengumpul di ruang tengah rumahnya pagi itu. Mereka itu merupakan bagian dari rombongan Bike To Work (BTW) Jambi yang menjalani tur bersepeda di daerah Bukittinggi, Sumatera Barat pada 24 dan 25 Desember 2011 . Nah, sejak Sabtu sore, rumah pasangan Ridwan dan Nurleli,yang berjarak sekitar 5 kilometer di selatan Kota Bukittingi, menjadi tempat menginap 35 orang dari anggota rombongan BTW Jambi. Belasan orang sisanya dari rombongan itu menginap di sekitar tiga penginapan di Bukittinggi.

Respon terhadap pertanyaan Nurleli berupa sejumlah bentuk ekspresi spontan, dari mulai senyum menyeringai hingga celutukan. Namun, intinya tetap sama yakni pengakuan bahwa hawa memang terasa dingin. Maklumlah, Sungai Puar terletak di lereng Gunung Marapi. Jika dihitung dari permukaan laut, kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Banuhampu Sungai Pua ini berada pada ketinggian kurang lebih 1.000 meter. Itu berarti sekitar sepertiga dari ketinggian Gunung Marapi yang menjulang hingga angka 2.891 meter di atas permukaan laut.

Biarpun hawa terasa menusuk hingga tulang, satu demi satu anggota rombongan bergiliran memasuki kamar mandi, entah memang mandi atau sekadar membasuh tubuh. Rampung dengan ritual tersebut, mereka mengenakan setelan pakaian untuk bersepeda: baju atau kaus berbahan parasut atau likra, celana selutut ketat dari bahan sama.

Anggota-anggota rombongan yang menginap di Bukittinggi berdatangan ke rumah pasangan Ridwan-Nurleli sekitar pukul 05.45. Seluruh anggota rombongan kemudian menyantap sarapan lontong sayur yang dihidangkan di ruang tengah. Di tengah-tengah bersantap, sejumlah anggota rombangan  banyak bercanda, antara lain soal air kamar mandi yang mereka sebut terasa bagaikan air kulkas.    

Jelang pukul 07.00, masing-masing anggota rombongan meraih sepeda kepunyaan mereka. Banyak dari mereka melengkapi pakaian bersepeda dengan sejumlah perlengkapan maupun asesori tambahan, dari mulai kaus tangan, pelindung siku dan lutut, kacamata, hingga earphone yang tersambung ke pemutar musik digital ataupun ponsel. Sehabis berfoto bersama di depan rumah tembok Ridwan-Nurleli yang elok karena dibentuk sebagai  versi mini Istana Pagaruyung, rombongan BTW Jambi mulai mengayuh sepeda menuju Bukittinggi. Suara khotbah pagi dari masjid dekat rumah Ridwan-Nurleli seolah menjadi pengiring dan penyemangat rombongan.

Ridwan Puar sang tuan rumah memandu perjalanan awal ini, dengan rute kebanyakan menurun dan berkelak-kelok. Dia membawa rombongan melewati jalan-jalan aspal sempit, dengan pemandangan berselang seling antara areal persawahan menghijau, juga perkampungan penduduk dengan rumah-rumah yang kiri-kanan maupun depan-belakangnya memiliki tabek alias kolam air.

"Ya karena daerah ini memang daerah banyak air. Itu dipakai tampungan air, biasanya untuk pelihara ikan," ucap Ridwan sedikit berbagai cerita tentang tabek kepada saya ketika kami sempat bersepeda bersisihan. 

Memasuki sekitar menit kedua puluh, rombongan BTW Jambi akhirnya memasuki wilayah Kota Bukittinggi. Jalanan kota belum lagi terlalu ramai saat itu. Rombongan mampu bergerak lancar, bahkan di persimpangan-persimpangan jalan. Itu berarti pula memberi pula kesempatan leluasa untuk mengamati tata ruang kota Bukittinggi yang mengadopsi banyak model blok kotak, plus banyak memiliki bangunan tua dari awal abad XX, serangkaian sisa sentuhan kolonial Belanda terhadap kota sempat menjadi ibukota Indonesia pada Desember 1948 sampai dengan Desember 1949 ini.

Di spot yang menjadi tetenger paling terkenal dari Bukittinggi yakni Lapangan Jam Gadang, rombongan berhenti sekitar setegah jam. Di sini, rombongan bertemu dan berkumpul dengan para penghobi olahraga sepeda lainnya. Mereka itu antara lain para anggota komunitas Sepeda Jam Gadang (Sejagad) Bukittinggi, Cycling Brotherhood (CyBro) Bengkulu, juga beberapa  anggota rombongan asal Jambi yang tak turut berangkat dari Sungai Puar.    

Sebagian besar penggowes itu tak menyia-nyiakan kesempatan berhenti di Lapangan Jam Gadang untuk berfoto-foto ria dengan berbagai gaya. Bangunan Jam Gadang yang menjadi titik sentral lapangan, hasil karya arsitek Yazin dan Sutan Gigi Ameh dari tahun 1926, tentu saja menjadi latar belakang favorit. Ini sempat menyulitkan para pemimpin rombongan BTW Jambi seperti Sriyono dan dr Pedy Hidayat, maupun juga Mulani dari Sejagad, ketika mereka hendak memberikan briefing tentang rute yang hendak ditempuh hingga sekitar tengah hari, serta mengajak melakukan serangkaian pemanasana. Soalnya, setiap kali para anggota rombongan diajak berkumpul, ternyata ada saja yang menyempal dan mencuri-curi kesempatan untuk berfoto.

Pimpinan tur bersepeda dari mulai Lapangan Jam Gadang dipasrahkan kepada Mulani dari Sejagad, yang dianggap paling mengenal medan. Dua bulan lalu, Mulani pula yang menemani Sriyono dan Suharmen dari BTW Jambi ketika survei rute.

"Rute yang ditempuh ini dari Jam Gadang lewat daerah Gadut, lalu ke daerah Kamang Magek, lalu balik lewat Pakan Kamis dan Simpang Mandiangin, finish di YARSI di Kota Bukittinggi," kata Mulani kepada Tribun tentang rute bersepeda pagi itu. Menurut Mulani, selama menepuh rute tersebut,  ada tujuh dari 60 anggota Sejagad yang turut menemani rombongan BTW Jambi.... BERSAMBUNG KE BAGIAN DUA (Dari Bukittinggi Mampir di Danau Tarusan)


CATATAN: Tulisan ini pernah dimuat di halaman 1 Harian Pagi Tribun Jambi pada Rabu, 28 Desember 2011


TULISAN BERKAITAN
Miniatur Istana Pagaruyung di Sungai Puar
Dari Bukittinggi Mampir di Danau Tarusan

1 komentar:

  1. Untuk melengkapi pengetahuan tentang Bukiktinggi Baca Juga http://lizenhs.wordpress.com/2011/10/28/kiktinggi-kota-wisata-janjang/ , selamat membaca

    BalasHapus