Minggu, 20 Mei 2012

Butuh Dua Setengah Bulan Membersihkannya

(Tulisan tentang Kanal Kuno Percandian Muara Jambi)


Oleh Yoseph Kelik


DANAU Kelari, bagian dari sistem kanal kuno Percandian
Muara Jambi, pada sisinya yang belum dibersihkan dari enceng
gondok
KANAL menurut situs enskliopedia online Wikipedia berarti saluran air buatan manusia. Bisa sekadar saluran untuk mengalirkan air, bisa juga yang berupa jalur transportasi air alias tempat hilir mudik perahu, rakit, tongkang, hingga kapal.

Sistem pengelolaan air semacam itu sebenarnya sudah menjadi sesuatu yang diakrabi warga Kepulauan Nusantara sejak belasan abad silam. Bukan sesuatu yang cuma ada di Venesia di pesisir Adriatik, jauh di Eropa sana. Keakraban warga kepulauan ini di masa lalu dengan sistem kanal antara lain dapat dilihat di Trowulan (bekas ibukota Majapahit) di Jawa Timur,  di Batujaya  (dipercaya sebagai peninggalan Tarumanagara dari abad IV-VII Masehi)  di Jawa Barat, juga Percandian Muara Jambi di Jambi yang merupakan peninggalan Kerajaan Melayu Kuno dari abad VIII-XI.

Kanal-kanal Muara Jambi sempat terabaikan selama berabad lamanya Endapan banjir dan pasang surut Sungai Batanghari, juga suburnya pepohonan-semak-ilalang, saling berkomplot menyamarkannya dari pandangan mata maupun ingatan. Tak jauh berbeda sebagaimana juga yang terjadi pada bangunan candi-candinya.

Sejak sekitar tiga tahun lalu, sebagian dari sistem kanal yang silang menyilang di Pecandian Muara Jambi berhasil kembali dinormalisasi mendekati kondisi asli. Namun, seusai normalisasi, kanal selebar sekitar lima meter dan berkedalaman empat meter di musim penghujan serta dua meter di musim kemarau itu sempat tidak terawat. Bagian alirannya ditumbuhi atau bisa dibilang tertutupi tanaman enceng gondok, bagian tepiannya pun ditumbuhi semak dan ilalang.

"Tingginya sampai segini," kata seorang warga Desa Muara Jambi, M Amin, kepada saya pada Rabu siang, 16 Mei 2012 siang. Ia mengatakan hal tersebut seraya menyentuh menyentuh sejenak lengan kirinya, menggambarkan julangan para enceng gondol di atas kanal.  Tinggi enceng gondok di atas kanal yang dinormalisasi memang mencapai sekitar setengah meter sampai semeter.

Pria paro baya satu ini memang akrab dengan lingkungan kanal kuno Percandian Muara Jambi. Rumahnya, yang berpunggung-punggungan dengan gawang sisi selatan lapangan sepakbola Desa Muara Jambi, terbilang sepelemparan batu dari Danau Kelari, genangan air paling luas dari sistem kanal kuno. Sekitar 200 meter arah utara dari Danau Kelari, masih di tepi jalur kanal, Amin pun memiliki sebidang tanah yang cukup luas. Amin juga terbiasa menangkap ikan di Danau Kelari dan kanal. Bahkan  pada pertengahan Maret 2012 lalu, Amin dari hasil menjala sempat memeroleh seekor ikan toman yang sisi kanannya berhiaskan pola menyerupai tulisan huruf latin berbunyi "Muhamad", lalu sisi kiri badan bertuliskan semacam tulisan huruf latin pula berbunyi "Arrohim".

Awal tahun ini, Amin kemudian berinisiatif membersihkan bagian kanal yang ada di dekat rumahnya. Panjang bagian yang dibersihkannya semula sekitar tiga ratus meter, antara Danau Kelari sampai ke bidang tanah yang dipunyainya. Pembersihan dilakukan dengan merenangi kanal dan kemudian menyeret sulur demi sulur enceng gondol ke tepian kanal. Untuk itu, Amin dibantu oleh empat orang. Mereka adalah tiga keponakannya yang bernama Boni, Maliki, serta Kasmuri, juga seorang menantunya yang bernama Riko. Dalam pekerjaan itu, beberapa kali mereka sempat bertemu beberapa ular penghuni kanal yang besarnya ada yang mencapai sekitar selengan orang dewasa. Untungnya hal tersebut tak sampai mendatangkan mara kepada mereka berlima.

Pihak pengelola Percandian Muara Jambi ternyata memerhatikan kerja yang dilakukan Amin dan para anggota keluarganya. Mereka berlima lantas diminta tolong untuk lanjut membersihkan kanal hingga hingga ke dekat Candi Kembar Batu. Menurut hitung-hitungan kasar Amin, panjang total kanal yang dibersihkannya akhirnya mencapai sekitar 850 meter.

"Dua setengah bulan membersihkannya," kata Amin siang itu ketika saya ajak berbincang di tepi jalur kanal, dekat rumahnya. Dia pun lalu berbagi cerita tentang hal yang mendasarinya berinisiatif membersihkan kanal. "Awalnyo sayo pengen buka semacam taman di tanah sayo yang deket kanal ini. Kanal sayo bersihkan biak biso dipake tempat sewo perahu. Nanti sewo perahu sejam saya tari sepuluh ribu rupiah."

Amin pun kini sedang merawat ratusan bibit ikan nila dan patin dalam tiga karamba kecil yang dipasangnya di bagian kanal dekat tanah kepunyaannya. Ikan-ikan itu merupakan sumbangan dari satu kelompok penganut agama Budha yang biasa beribadah di Percandian Muara Jambi. Rencananya, ketika ikan-ikan itu telah cukup besar, Amin bakal melepas ikan-ikan ike jalur kanal. Dengan begitu, pengunjung yang berperahu sepanjang kanal dapat pula menikmati atraksi memberi makan ikan. Namun, ikan-ikan itu sekadar boleh ditonton dan diberi makan, bukannya dipancing dan dijaring untuk dibawa pulang.

Menurut Amin, ikan-ikan itu baru akan berenang bebas di kanal sekitar dua bulan lagi. Perkiraanya ketika hari-hari awal bukan puasa datang. Namun, tak berarti jalur kanal yang dibersihkannya harus pula menunggu dua bulan sebelum benar-benar terdayagunakan. Minggu, 20 Mei ini, jalur kanal sepanjang 800 meter antara Danau Kelari dan Candi Kembar Batu itu, juga sebidang tanah hitan rengas milik Amin di tepi menjadi tempat kemeriahan penyelenggaraan Pesta Kanal Kuno. Helatan tersebut merupakan bagian dari event tahunan, Festival Candi Muara Jambi IX yang akan berlangsung 20-25 Mei 2012 ini.

Menurut Pemimpin Produksi Pesta Kanal Kuno dari pihak Dwarapala Muja, organisasi pemuda Desa Muara Jambi, Abdul Haviz, kanal dipakai sebagai jalur lomba perahu tantangan, juga sebagai tempat perahu hias yang bisa dimanfaatkan para wisatawan. Lalu tanah hutan rengas menjadi tempat mendirikan panggung hiburan serta lokasi bagi sejumlah aneka lomba lain, dari mulai lomba ketapel untuk anak-anak, sampai kepada lomba memasak ikan senggung yakni ikan yang dibakar dalam bambu bagi para ibu di Desa Muara Jambi.

Tentunya jasa Amin yang bekerja keras membersihkan kanal, juga kemudian meminjamkan tanah hutan rengasnya sebagai lokasi acara Pesta Kanal Kuno lekat tak terlupakan pihak panitia. Tentang hal itu, Koordinator Tim Acara Pesta Kanal Kuno dari pihak Dwarapala Muja, Mukhtar Hadi alias Borju, punya satu julukan untuk memuji Amin, yang juga merupakan tetangga sedesanya. .

"Datuk Amin itu memang manusia penakluk kanal... ."



CATATAN: Tulisan merupakan versi dengan pengeditan minor dari satu feature yang dimuat di halaman 1 Harian Pagi Tribun Jambi pada Jumat, 18 Mei 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar