Minggu, 15 April 2012

Tujuh "Titanic" di Perairan Nusantara

Oleh Yoseph Kelik

HALAMAN depan koran The Boston Daily Globe yang mengabarkan peristiwa tenggelamnya kapal Titanic
(foto diambil dari vexila-regis.blogspot.com)

SAMUDRA Atlantik bagian utara, dengan arus Labradornya yang dingin, serta hanyutan gunung es musim panasnya, telah membuktikan keganasannya kepada kapal-kapal yang melayarinya. Satu yang membuat dunia mengingat sisi kelam tersebut tentu saja adalah katastrofe (malapetaka besar) yang menimpa kapal Titanic yang hari ini tepat seabad.

Kapal milik perusahaan pelayaran White Star Line dan berbaptis lengkap RMS Titanic itu tenggelam di lepas pantai Newfoundland, Kanada. Tercatat lebih dari 1.500 orang dari 2.224 orang yang diangkutnya harus meregang nyawa gara- gara nahas tersebut. Robekan panjang di sisi kanan Titanic, yang merupakan imbas dari tubrukan dengan sebuah gunung es, juga kurangnya jumlah sekoci dan pelampung penyelamat menjadi penyebab hilangnya ribuan jiwa tadi. Kisah cukup rinci dari berbagai sisi tentang bencana maritim yang paling diingat sampai sekarang itu antara lain dapat disaksikan dalam rangkaian dokumenter yang diputar hampir dua pekan terakhir ini di kanal televisi National Geographic Channel dan History Channel.

Kini pun, sejumlah idiom yang terselipi kata Titanic dalam bahasa Inggris menjadi identik dengan makna bencana. Contohnya adalah idiom go Titanic (menjadi Titanic) yang bermakna kegagalan, ataupun juga idiom be like rearranging the deckchairs on the Titanic (seperti menata ulang kursi dek di atas Titanic) yang bermakna suatu tindakan yang sia-sia.

Menurut saya, kata Titanic pun layak untuk dipinjam guna menyebut kecelakaan kapal laut yang meminta tumbal banyak korban meninggal dunia maupun hilang. Sepekan terakhir ini, setelah melakukan sejumlah penelusuran melalui internet, saya mencatat bahwa banyak juga kecelakaan kapal laut di seputaran Perairan Nusantara yang meminta tumbal banyak nyawa. Ada paling tidak tujuh kecelakaan kapal laut yang sangat fatal di lautan di seputaran Kepulauan Nusantara. Tujuh kecelakaan kapal itu masing-masing memakan korban meninggal dan hilang pada kisaran jumlah 50-an hingga lebih dari 400 orang berdasar data situs wikipedia, sejumlah situs suratkabar lokal dari berbagai daerah di Indonesia, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi serta situs komisiyudisial.go.id.

Dengan kisaran korban antara 50-an hingga 400-an, jumlah korban masing-masing kecelakaan kapal laut itu memang tak sebesar jumlah korban tenggelamnya Titanic pada 15 April 1912. Namun, tujuh kecelakaan kapal laut tadi cukup layak disebut sebagai tujuh "Titanic" yang pernah terjadi di  Perairan  Nusantara. Berikut ini daftar tujuh "Titanic" ala Kepulauan Nusantara itu.

MV Van Imhoff
MV (Motor Vessel) Van Imhoff adalah kapal yang tenggelam di Samudra Hindia pada 19 Januari 1942 setelah diserang oleh pesawat Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Kapal milik Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), sebuah perusahaan pelayaran era Hindia Belanda tersebut, kala itu sedang dalam misi mengangkut 477 tawanan berkebangsaan Jerman dari Sibolga menuju Ceylon (kini Srilanka).

MV Van Imhoff (foto diambil dari neutralocean.com)
Van Imhoff tenggelam bersama 281 orang di dalamnya. Walter Spies, perupa asal Jerman yang berjasa memerkenalkan eksotisme Pulau Bali kepada publik duni, termasuk satu di antara korban jiwa dari tenggelamnya kapal berawak 110 orang ini.

KMP Tampomas II
KMP (Kapal Motor Penyeberangan) Tampomas II tenggelam pada 27 Januari 1981 di perairan dekat Kepulauan Masalembo, timur laut dari Pulau Madura. Itu terjadi setelah kapal penumpang milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) tersebut mengalami kebakaran hebat sejak 25 Januari malam. Ketika itu,  kapal tipe RoRo (Roll On-Roll Off) buatan 1956 ini sedang menempuh pelayaran Jakarta- Ujungpandang (kini Makassar) sejak 24 Januari malam.

KMP Tampomas II saat terbakar di Perairan Masalembo (foto diambil dari  yulian.firdaus.or.id)
Jumlah korban jiwa resmi versi tim penyelamat adalah 431 orang, hasil dari akumulasi 143 jenazah yang berhasil ditemukan plus 288 orang yang hilang bersama kapal. Namun, ada pula perkiraan yang menyebutkan jumlah korban sebenarnya 666 orang.

Jumlah seluruh orang yang diangkut oleh Tampomas II memang simpang siur. Resminya, penumpang yang terdaftar ada 1.054 orang, ditambah dengan 82 awak kapal. Namun, keseluruhan penumpang sebenarnya diperkirakan sebanyak 1.442 orang. Pasalnya, diyakini ada ratusan penumpang gelap sebenarny turut serta.

KMP Gurita
KMP Gurita (foto diambil dari unterwasserfotografen.de
KMP (Kapal Motor Penyeberangan) Gurita tenggelam pada tanggal 19 Januari 1996. Lokasi tenggelamnya adalah sekita 6 mil laut dari Perairan Teluk Balohan, Kota Sabang, Aceh. Kapal feri ini sedang menempuh perjalanan dari Pelabuhan Malahayati, Aceh Besar, menuju kota Sabang. Tak kurang dari 54 orang ditemukan meninggal, dan 284 orang lagi dinyatakan hilang bersama petaka akibat cuaca buruk ini. Dari jumlah 378 yang melaut bersama kapal ini, 40 orang saja yang berhasil selamat.


KM Digoel
KM (Kapal Motor) Digoel adalah sebuah kapal yang tenggelam  di Laut Arafura, pada 8 Juli 2005, sekitar pukul 23.15 WIT. Kapal milik PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP)  tersebut sedang menempuh perjalanan dari Merauke ke Tanah Merah, Kabupaten Boven Digoel. Penyebab tenggelamnya KM Digoel adalah ombak besar dan angin kencang.

Secara resmi kapal berbobot 150 ton tersebut disebut membawa 50 penumpang, namun menurut saksi mata jumlah penumpang sebenarnya mencapai lebih dari 200 orang. Jumlah korban jiwa mencapai 184 orang, terdiri dari 84 korban tewas serta 100 orang yang dinyatakan hilang. Penyintas yang berhasil diselamatkan hanya 16 orang, terdiri 14 penumpang dan 2 awak kapal.

KM Senopati Nusantara
KM (Kapal Motor) Senopati Nusantara dinyatakan hilang pada 30 Desember 2006 sekitar pukul 03.00. Kapal ini sedang menempuh pelayaran dari Teluk Kumai, Kalimantan Tengah menuju Semarang, Jawa Tengah, sejak 28 Desember 2006 pukul 20.00 WIB.

Akibat kecelakaan tersebut, 46 orang meninggal dunia, 347 orang hilang kemungkinan besar juga tewas, serta 235 orang selamat. Berdasarkan data penumpang, kapal ini mengangkut total 628 orang, yang terdiri dari 542 penumpang, 57 anak buah kapal, dan 29 orang sopir truk dan kendaraan.

KM Levina I
PEMADAMAN kebakaran di KM Levina I (foto diambil dari en.wikipedia.org)  
Kecelakaan KM Levina I adalah sebuah musibah kebakaran yang menewaskan 51 orang pada 22 Februari 2007. Saat itu, kapal yang dioperasikan oleh PT Praga Jaya Sentosa sedang melakukan pelayaran Jakarta menuju Pulau Bangka. Tiga hari kemudian, tepatnya 25 Februari 2007, ketika tengah dikunjungi tim investigasi dan para awak media. Petaka sambungan ini meminta korban tambahan pula terdiri dari satu orang korban tewas dan tiga orang lainnya hilang.

KM Teratai Prima
KM (Kapal Motor) Teratai Prima adalah kapal feri yang karam pada hari Minggu, 11 Januari 2009 dini hari. Lokasi musibahnya adalah di perairan Tanjung Baturoro, Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat. Penyebab karam disebut-sebut adalah cuaca buruk berupa angin puting beliung bercampur hantaman gelombang setinggi 2 meter.

KM Teratai Prima (foto diambil dari jasaraharja.co.id)
Berdasarkan manifes, penumpang resmi kapal berkapasitas maksimal 300 orang ini adalah 267 orang, dengan 17 orang awak kapal, tapi diperkirakan ada 103 penumpang gelap. Laporan Investigasi Komisi Nasional Keselamatan Transportasi menyebutkan bahwa ada 365 orang di atas KM Teratai Prima saat kecelakaan. Dari jumlah itu, 321 orang dinyatakan hilang bersama kapal, lalu hanya 9 jenazah berhasil ditemukan, dan penyintas yang selamat cuma 35 orang. (*)


CATATAN: Tulisan ini sebelumnya dimuat di halaman 1 Harian Pagi Tribun Jambi pada Sabtu, 14 April 2012, sebagai bagian peringatan seabad tenggelamnya RMS Titanic. Untuk versi posting di blog ini, ada sedikit pengeditan minor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar