Oleh Yoseph Kelik
SATU dari 29 band penampil dalam parade musik underground, Getar Tanah Sejarah #3, pada Minggu, 25 Maret 2012 |
DI mata dan telinga orang kebanyakan orang, apa yang dilakukan Enda selama delapan sampai sepuluh menit itu pastilah bukan gambaran menyanyi yang ideal. Itu pastilah lebih terlihat serta terdengar sebagai serangkaian desis, geraman, gerutu, pula teriakan. Bising. Sungguh tiada sama sekali syair melankolis ala dendang lagu pop hingga lagu daerah. Namun, percayalah bahwa yang Enda kerjakan pada Minggu siang, 25 Maret 2012 silam, di atas panggung 15 x 10 meter, di tengah komplek Percandian Muarajambi, memang sungguh menyanyi. Buktinya, ada tiga kawannya Reza, Tinus, serta Jimmy, mengiringi dengan masing-masing memainkan drum, gitar, dan bas.
Para anggota band Thanatos Nemesis asal Bengkulu itu sedang memainkan saja musik jenis underground, jenis musik non mainstream yang berakar dari gerakan psikedelik dan kehidupan generasi bunga tahun 1960-an. Lagu-lagu nya kerap berisikan ekspresi dari mulai yang bersifat impulsif, kemarahan, hingga kritik kemapanan terhadap lembaga negara maupun agama. Contohnya lagu kedua yang dimainkan Thanatos Nemesis, yang berjudul Kutukan Kepada Ibu. Isinya memang tentang sejumlah luapan kemarahan kepada Ibu. Padahal, betapa banyak dari kita selalu diajarkan untuk menghormati seorang ibu.
Hitungan kasar saya, Thanatos Nemesis menguasai panggung selama 8-10 menit, untuk total memainkan dua lagu. Mereka manggung di Percandian Muarajambi pada sepekan silam tersebut sebagai satu dari 29 band underground penampil dalam event bertitel Getar Tanah Sejarah #3 (GTS 3), yang memang merupakan parade band underground. Thanatos Nemesis sendiri berada di urutan band penampil kedua puluh satu.
"Semoga tahun depan ada lagi dan semoga kami diundang lagi," ucap Enda di depan mikrofon sebelum turun panggung. Di balik panggung, Enda sempat berbagi cerita kepada saya bahwa mereka sampai di Jambi pada selepas subuh Minggu itu, setelah sebelumnya menempuh perjalanan darat sekitar 10 jam. Mereka sendiri menerima undangan tampil di GTS 3 sejak sebulan silam via Andre Schrotum, pegiat underground asal Bengkulu yang saat tinggal di Jambi.
Sampai Petang
Thanatos Nemesis bukan satu-satunya band penampil dari luar Provinsi Jambi. Ada pula nama- nama seperti Zyonstruk dari Muara Enim, Internal Vagina dan Kantong Simayit dari Palembang, Burning Grave dan Invil dari Pekanbaru, juga Praying For Suicide Tragedy dari Bukit Tinggi.
Band-band tuan rumah asal Provinsi Jambi tentu saja berjumlah lebih banyak. Mereka berasal dari empat daerah kota dan kabupaten. Dari Kota Jambi antara lain ada Deathline Corpse, Kubu Riot, Banditos Tiggris Sumatrae, serta Schrotum. Dari Kuala Tungkal antara lain ada Progfasatan, Batu Nisan, serta Asap Menyan. Dari Sarolangun ada Death of Glory. Dari Talang Duku, Muaro Jambi ada Everlasting.
Para band penampil tampil dari mulai pukul 09.00. Para band penampil hingga petang sekitar pukul 18.00 bergiliran naik panggung yang didirikan di antara Kolam Telago Rajo dengan Candi Tinggi I. Namun, ada jeda sejenak sekitar sejam pada tengah hari, di waktu sholat dzuhur. Menurut Stage Manager event GTS 3, Abdul Havis alias Ahok, penampilan para band penampil didukung dengan kekuatan tata suara setara dengan 20 ribu watt. Event GTS 3 ini sendiri merupakan hasil kolaborasi dari sejumlah komunitas yakni Muarajambi Community Underground, Sekolah Alam Raya Muarajambi (Saramuja), Dwarapala Muja yang merupakan organisasi kepemudaan Desa Muarajambi, Punk Street Jambi, serta Jambi Underground.
Biarpun suatu acara parade band underground, penampil GTS 3 tak melulu band-band underground. Di antara 29 band penampil menyelip pula sejumlah penampil seni tradisional antara lain kolaborasi musik tradisional dan puisi, tari joget berhibur, tari topeng khas Desa Muara Jambi, serta atraksi ambung gilo. Menurut Ketua Panitia GTS 3, Mukhtar Hadi alias Borju kepada saya di sela-sela penyelenggaraan acara, itu merupakan upaya pihak panitia menyisipkan sisi edukasi kepada event parade musik underground ini. Karena mengusung misi edukasi itu pula lah, maka sejak sekitar sepekan sebelum event, lalu bersambung selama penyelenggaraan event, panitia GTS 3 melaksanakan juga pelatihan sablon kaos bagi pemuda dan anak-anak Desa Muara Jambi . Pelatihan sablon itu sendiri dikoordinasi oleh Epi dan Arif dari komunitas anak punk di Kota Jambi.
CATATAN: Tulisan ini merupakan versi tulisan asli dari artikel yang terbit di halaman 13 Harian Pagi Tribun Jambi pada Minggu, 1 April 2012. Namun, untuk penyesuaian, maka ada sejumlah edit ulang kecil.
Artikel Berkaitan
Para Ibu pun Betah Menontonnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar