Kamis, 26 Juli 2012

Selama Operasi Andi Tetap Terjaga


Oleh Yoseph Kelik
OPERASI Awake Craniotomy di RSUD Raden Mattaher Jambi pada Rabu, 25 Juli 2012
(Foto dari jambi.tribunnews.com oleh Fotografer Tribun Jambi, Hanif Burhani)

INSTALASI Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Kota Jambi terlihat nian sibuknya pada Rabu (25/7) siang itu. Ruang-ruang operasi di dalamnya tampak berisikan aktivitas para tenaga medis berbalut setelan-setelan baju steril warna hijau ataupun biru muda. Biarpun tengah hari itu, juga dalam sebulanan ini, banyak dari mereka tak sedang beroleh berlimpah asupan makanan dan minuman sebagai sumber tenaga dan konsentrasi. Maklum, hari- hari puasa Ramadan berlaku pula di antara para punggawa medis di sana.

Ruang OK1
Bagi saya, itu sungguh mengingatkan kepada adegan-adegan dalam ER, serial televisi dari kanal televisi NBC dari  Amerika Serikat, yang tayang dari 1994 sampai dengan 2009, pula memoncerkan nama aktor George Clooney. Namun, pada Rabu itu, Ruang OK1 Instalasi Bedah Sentral RSUD Raden Mattaher memberikan cerita yang tak kalah menakjubkan ketimbang episode-episode ER

Di tengah Ruang OK 1, di atas sebuah ranjang operasi, ada seorang pria berusia 28 tahun terbaring telentang.
Selimut putih bermotif strip-strip hitam kurus plus selembar kain hijau menutupi hampir sekujur badan pria bernama Andi itu, mulai dari sekitar betis hingga tepat di bawah dagu. Sebuah tirai tak seberapa lebar warna hijau dipasang di seputaran kepala pria warga Kebun Jeruk tersebut. Itu sekaligus menjadikan bagian atas dari kepala si pria, mulai dari setelah alis dan seterusnya, tersembunyikan dari pandangan.

Di sekeliling ranjang operasi tempat pria tadi berbaring ada 13 orang berbaju steril warna hijau serta 6 orang lagi yang berbaju steril biru muda. Para sosok berbaju hijau itu adalah tim medis yang dipimpin oleh dr Apriyanto SpBS. Tim ini beranggotakan pula dr Isrun Massari SpAN, dr Ade Susanti SpAN, serta dr Sulistyowati SpAN. Para sosok berbalut pakaian biru muda adalah para sarjana kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Jambi yang sedang menjalani masa koas.

Tak cuma dirubung orang, Andi yang terbaring dikelilingi oleh aneka macam piranti medis yang terbilang canggih. Itu mulai dari mesin anestesi yang seukuran vending machine penjaja minuman botol atau kaleng di bandara, warmer bernama Blanketroll II sebagai penghangat alas badan yang dibaringi Andi, cauter yang merupakan mesin pembakar dan penghenti perdarahan, suction alias mesin penghisap hasil kerja operasi, mikroskop bedah syarah yang dilengkapi monitor berwarna berlayar datar, hingga cavitron ultrasonic surgical aspirator alias CUSA yang merupakan piranti canggih untuk memotong dan menghancurkan tumor.

OPERASI Awake Craniotomy di RSUD Raden Mattaher Jambi pada Rabu, 25 Juli 2012
(foto dari jambi.tribunnews.com oleh Fotografer Tribun Jambi, Hanif Burhani)


Tumor Otak
Andi pada Rabu itu memang mesti menjalani operasi penanganan terhadap tumor otaknya. Operasi tersebut berlangsung mulai dari pukul 10.00, atau lebih tepatnya lagi pukul 09.00 jika dihitung dari segala persiapan untuk anestesi. Itu merupakan jalan yang dipilih oleh keluarga Andi untuk mengobati penyakit yang membuat anak keempat dari empat bersaudara tersebut mengalami serangan kejang-kejang empat bulan terakhir ini. Demikian satu cerita yang saya dengar dari dua kakak Andi yakni Lina dan Leni di luar Instalasi Bedah Sentral. Seingat Lina dan Leni, Andi saat ini mengidap tumor otak pada stadium 1. Untungnya biaya operasi yang mencapai sekitar Rp 40 juta ditanggung oleh Jamskesda.

Hmmm, namun, operasi yang dijalani Andi kemarin itu memiliki penanganan yang berbeda dari operasi pada umumnya. Singkirkan bayangan anda bahwa seorang pasien bakal lelap dalam pengaruh pembiusan selama operasi yang di jalani. Sebab, alih-alih tak sadarkan diri, Andi ternyata justru terus terjaga sepanjang berlangsungnya operasi. Tak sebatas terjaga, Andi seraya berbaring mampu menjawab berbagai pertanyaan pendeka maupun melakukan hal-hal ringan yang diiinstruksikan dr Apriyanto kepadanya sepanjang operasi.  Padahal, tim medis membuat lubang berukuran kira-kira sekeping biskuit marie pada batok kepalanya, memerlihatkan bagian luar otak yang putih pucat dan tentu saja berlumuran darah..

"Andi...Andi..., tangan kiri...tangan kiri..., coba diangkat tangan kirinya." Ketika dr Apriyanto berucap demikian, Andi mampu melakukannya. Begitu juga ketika dr Apriyanto memintanya melakukan hal-hal lain mengepalkan tangan kirinya, mengangkat sedikit kakinya, atau bahkan membaca koran selama beberapa detik.

Ketika ditanya oleh dr Apriyanto apakah ia merasa dari mulai nyeri, pusing, pegal, hingga berat kala harus mengangkat tangan atau kakinya, Andi mampu menjawab. Suaranya memang tak bisa dibilang keras, tapi cuku jelas terdengar di antara bunyi decit dan dengung piranti operasi.

"Tidak, Dokter," ucap Andi terhadap hampir semua pertanyaan dr Apriyanto, tentang ada tidaknya keluhan rasa sakit selama operasi.

OPERASI Awake Craniotomy di RSUD Raden Mattaher Jambi pada Rabu, 25 Juli 2012
(foto dari jambi.tribunnews.com oleh Fotografer Tribun Jambi, Hanif Burhani)

Pertama di Sumatera
Namun, tak perlu berburuk sangka bahwa dr Apriyanto dan tim medis yang dipimpinnya justru sedang mengakali Andi di tengah derita sakitnya. Sama sekali tidak. Justru dr Apriyanto dan tim medis RSUD Raden Mattaher sedang menerapkan satu metode yang terbilang paling mutakhir di bidang penangan tumor otak kepada Andi.  

Sekitar sejam sebelum berlangsungnya operasi, dr Apriyanto sempat meluangkan waktu bercerita sekitar sepuluh menit tentang operasi pembedahan tumor otak yang hendak diterapkan kepada Andi. Menurut dokter spesialis bedah syarat tersebut, operasi yang dijalankan kepada Andi bernama ilmiah Awake Craniotomy dengan disertai brain mapping alias pemetaan daerah fungsional otak. Sistem operasi ini memang sengaja membiarkan sang pasien tetap terjaga selama proses operasi. Dengan demikian, sang dokter pengoperasi dapat langsung mengecek kondisi syaraf sang pasien maupun efek operasi. Sebab selama ini, sambung dr Apriyanto, pembedahan di wilayah otak justru kerap mengalami kesulitan dalam mengecek efek pembedahan selama berlangsungnya operasi, apakah menghasilkan efek positif atau negatif. Caranya ya dengan bertanya jawab kepada pasien plus menyuruh melakukan beberapa hal selama operasi. Para ahli telah mampu memetakan wilayah-wilayah pada otak yang menjadi area bagi sensor gerak, penglihatan dan sebagainya. Hanya saja, ketika pembedahan berlangsung, pemetaan secara teoritis itu tak bisa langsung mudah diterapkan. Pasalnya, karakteristik otak setiap manusia ternyata cenderung memiliki variasi dan kekhasannya sendiri-sendiri.

"Seperti kabel putus gambarannya, lebih mudah mengecek mana yang putus dan lalu memerbaikinya kalau nyala kan?" kata dr Apriyanto menganalogikan operasi Awake Craniotomy dengan perbaikan instalasi listrik dalam kondisi tetap dinyalakan. Sambung dr Apriyanto, teknologi operasi ini dikembangkan oleh oleh Profesor Mark Bernstein dari Toronto University, Kanada. Di Indonesia, ia baru berkembang di Indonesia sekitar 10 tahun terakhi ini dan baru benar-benar menemukan bentuknya 4  atau lima tahun terakhir ini.

"Pertama kali dilakukan di Indonesia sekitar tahun 2003 di Bandung, di RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin)," kata dr Apriyanto. Memang masih segelintir rumah sakit di Indonesia yang mampu melakukan operasi Awake Craniotomy ini. Setelah apa yang dilakukan oleh RSHS Bandung,  Awake Craniotomy kemudian mampu dikerjakan oleh rumah sakit di Jakarta, Denpasar, Makassar, serta kini Jambi. Karena itu tim medis RSUD Raden Mattaher Jambi bisa dibilang menjadikan Jambi kota kelima di Indonesia, juga kota pertama di Sumatera yang mampu melakukan Awake Craniotomy.

Satu kunci agar pasien Awake Craniotomy tetap dapat terjaga, tapi tidak merasakan sakit, pusing, nyeri, hingga berat ketika mengangkat beban adalah proses anestesi khusus. Nama proses anestesi yang diterapkan kepada pasien operasi Awake Craniotomy adalah Neurolept Anesthesia. Demikian penjelasan dr Isrun Massari SpAN yang menangani proses anestesi dalam operasi Awake Craniotomy terhadap Andi kepada kepada saya Rabu siang itu.

"Neurolept Anesthesi itu membuat pasien tersedasi, seperti fly. Jadi dia tidak merasakan nyeri dan sakit, tapi masih bisa berkomunikasi. Kalau merasa sakit kan dia pasti berteriak-teriak," kata dr Isrun.

"Kuncinya pasiennya kooperatif. Untuk dosis anestesinya berubah terus sepanjang operasi," sambung dr Isrun yang sesekali segera tanggap mendekat ke arah Andi dan menambah dosis anestesi ketika Andi berkeluh ada sedikit rasa berat.

Operasi Awake Craniotomy terhadap Andi ini berlangsung sampai dengan pukul 12.38. Menurut dr Apriyanto di akhir operasi, ia bersyukur operasi tersebut berjalan seperti diharapkan yakni berlangsung 3-4 jam. Satu kuncinya menurutnya adalah penggunaan alat CUSA yang berhasil ia pinjam dari Jakarta.

"Kalau tidak ada CUSA ini, lama operasi bisa sampai 6 jam," kata dr Apriyanto tentang alat yang hari ini sayangnya mesti dikembalikan ke Jakarta tersebut.
<<<+>>>





CATATAN: Tulisan ini sebelumnya dimuat di situs berita tribunjambi.com atau jambi.tribunnews.com pada Kamis, 26 Juli 2012. Lalu versi singkat dan tereditnya dimuat juga di halaman 1 Harian Pagi Tribun Jambi edisi Kamis, 26 Juli 2012. Versi dalam blog ini mendapatkan lagi pengeditan minor yang membuatnya sedikit berbeda dengan versi situs berita.

*Behind The Story (foto-foto oleh Hanif Burhani)
KETUA Tim Operasi,dr Apriyanto (bertudung ungu) memberi sedikit penjelasan kepada saya (paling kanan) di sela-sela jalanya operasi Awake Craniotomy
SAYA sekeluarnya dari  Ruang OK1 Instalasi Bedah Sentral RSUD Raden Mattaher Jambi, masih dalam balutan baju operasi pinjaman pihak  rumah sakit
SEPOTONG wajah kusut efek dua jam melihat pembedahan otak di Ruang OK1 Instalasi Bedah Sentral RSUD Raden Mattaher Jambi 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar