Selasa, 12 Juni 2012

Oi...Oi...Oi...Andriy Sheva Segna Per Noi...

(Dikembangkan dari 29 Tweets di @sephkelik pada Selasa dini hari, 12 Juni 2012)



Oleh Yoseph Kelik

ANDRIY Shevchenko ketika mencetak gol pertama dari 2 golnya dlm pertandingan Ukraina-Swedia pada Selasa dini hari, 12 Juni 2012
(foto dari mirror.co.uk) 

SENIN malam, 11 Juni  2012 untuk mereka di Eropa Timur sana, atau Selasa dini hari, 12 Juni 2012 untuk mereka di Indonesia. Itu lah saat ketika Andriy Shevchenko mencetak 2 gol dari sundulan. Karena 2 gol itu, Ukraina pun menang 2-1 atas Swedia dalam fase grup Putaran Final Euro 2012. Sungguh penampilan luar biasa dari seorang striker berusia 35 tahun. Sheva sang Tsar, demikian ia pernah dijuluki di masa jayanya 12 sampai 6 tahun lalu, ternyata masih ada, masih bertaji... .

Dua gol Sheva dalam pertandingan melawan Swedia pada Selasa dini hari tadi berarti golnya yang ke 47 dan 48 dari 109 pnampilannya untuk tim nasional Ukraina. Jika menggabungkan baik total penampilan timnas maupun di klub, 2 gol Sheva ke gawang Swedia itu adalah gol ke 373 dan 374 sepanjang kariernya. Melihat proses terjadinya, pemilihan posisi, eksekusi, hingga selebrasi, 2 gol ke gawang Andreas Isaksson itu terasa memiliki ciri khas sebagaimana cara mainnya semasa jayanya, yakni periode I di Dynamo Kyiv  pada1994-1999) serta tentu saja periode I di AC Milan pada 1999-2006.

Cara Sheva bikin gol pada masa jayanya, alias jaman sebelum pindah ke Chelsea, kalau saya gambarkan dengan beberapa kata adalah mematikan, antusias, sekaligus menghibur dan berkelas.Tentang Sheva di masa jayanya, terutama ketika main di Milan dari 1999-2006, saya menyebutnya sebagai striker yang selalu bisa diandalkan. Saya sebut Sheva 1999-2006 seperti itu karena ibaratnya umpan-umpan pemain di belakangnya kepada dirinya tak pernah mubazir. Kaki maupun kepala Sheva pada masa jayanya sama bisa jado senjata mematikan. Entah ketika harus berlaku secara oportunistik di seputaran ataupun di dalam kotak penalti. Termasuk juga ketika harus bekerja lebih keras dahulu ,dengan berlari cepat menusuk ataupun menggiring dari arah lapangan tengah maupun dari sisi kiri kanan.

Soal mematikan dan haus golnya Sheva, terutama di masa jayanya dapat dilihat dari rata-rata dari perbandingan jumlah dol dan jumlah pertandingan yang pernah dijalaninya. Kalau dirata-rata ia mencetak 1 gol setiap 2 pertandingan.

Kalaupun umpan dan peluang yang dia dapat tidak terkonversi sempurna menjadi gol, Sheva pada akhir dekade 1990-an sampai medio 2000-an, hampir selalu bisa menciptakan ancaman yang signifikan ke gawang. Bagi mereka yang menonton dari tepi lapangan maupun lewat terasa televisi, itu sungguh menunjukkan sebuah kerja keras.

Lalu, kalau Sheva  berhasil bikin gol, orang bisa lantas nonton selebrasi berisi ekspresi wajah dan gestur badan yang menurut saya nunjukin bahwa gol itu adalah untuk timnya. Oh ya, menurut saya,Sheva itu dari cara jalannya yang biasa aja, yang seperti punya lenggak-lenggok khas di sekitar bagian pinggang, sudah nunjukin kalau dia memang orang yang piawai bikin gol-gol OK.

Sebagai seorang Milanisti, Sheva bagi saya masih striker Milan yang paling saya favoritkan. Ya soalnya saya tumbuh dewasa dengan lihat permainannya pas jaman paling ajib-ajibnya. Rujukan saya tentang striker ideal milan ya seperti Sheva di masa jayanya: bisa lari kencang, jago giring, kaki dan kpala sama jempolan, jg tetap OK bikin penyelesain di sekitar kotak penalti. Soalnya dibanding pengalaman menonton Sheva, saya masih telalu kecil untuk serius ngikutin maupun nginget permainan Van Basten, Gullit dan Weah pada masa jaya mereka. Saya tentu hormat juga kepada striker-striker tipe finisher oportunis yang pernah membela Milan semacam Filippo Inzaghi dan Oliver Bierhoff. Namun, secara pribadi sukar untuk menyangkal bahwa saya memang lebih suka tipe penggiring dan pelari semacam Sheva.

Pasca era Sheva dan Pippo, saya belum lagi melihat striker Milan yang benar-benar bisa diandalkan di lini depan. Zlatan Ibrahimovich yang menjadi striker utama dalam 2 musin terakhir ini pun juga belum saya kategorikan seterpercaya Sheva dan Pippo dahulu. Mungkin saya tipe fans yang masih terjebak di masa lalu. Namun, menurut saya memang begitu. Gilardino, Borriello, Huntelaar, apa lagi Ricardo "The Fake Number 7" Oliveira, ada di 2-3 level di bawah Sheva. Empat nama tadi, terlebih yang keempat, juga ternyata nggak cukup kuat mental jadi pemain Milan. Ronaldinho ketika datang ke Milan sudah terlanjur jadi pemain yang terlalu overrated, nggak bisa diharapkan dari sisi kedsiplinan, dan mainnya juga nggak lagi efektif dan seajaib 3-5 tahun sebelumnya. Pato awalnya saya kira bisa jadi pnerus Sheva. Asa itu sempat ada terutama ketika lihat cara mainnya di musim pertamanya di Milan. Nyatanya selain jago bikin gol, dia rapuh seperti kaca, gampang sekali cidera, parahnya cidera yang lama. Robinho jauh dari harapan saya tentang sosol seorang pengisi lini depan Milan. Menurut saya Robinho itu lebih cocok jadi seniman juggling ketimbang striker. Mainnya itu menurut saya benar nggak efektif, kebanyakn giring-giring yang sayangnya nggak jelas, juga butuh 10 peluang untuk bikin 1 gol. Lalu, untuk Ibra di mata saya masih 1 level di bwh Sheva pada masa jayanya.Saya masih cenderung lihat Ibra itu bermain lebih untuk kejayaannya sendiri, juga terlalu emosional. Pandangan sedikit minus saya kepad Ibra ini agaknya terpengaruh rekam jejam bahwa Ibra lama jadi ikon di Inter. Untuk Cassano, saya tak mengharapkannya jadi mesin gol sepert Sheva dulu. Cukup bahwa dia mampu jadi pmain yang dewasa, juga playmaker forward/second striker OK, saya akan bahagia.

Ah, semoga saja ke depannya El Sharawy bisa berkembang bagus dan jadi striker pelari dan penggiring bola kreatif nan moncer seperti Sheva. Sekadar 70 persen dari Sheva pun tak apa. Lalu, saya masih berharap Paloschi suatu hari nanti bakal bisa jadi striker reguler di milan, tapi sepertinya secara gaya bermain  mirip Pippo dari pada Sheva.

Akhir kata biarlah waktu (halaaah...) yg akhirnya memerlihatkan apakah Milan nantinya bias memiliki striker yg bisa benar-benar diandalkan seperti Sheva, juga Pippo, di masa jaya mereka. Ini masih tahun-tahun susah untuk Milan yang bukan lagi klub berlimpah duit seperti 15-20 tahun lalu, juga bukan klub yang sabar mendidik pemain muda. Hari ini saja, ketika saya menulis ini, para Milanisti juga sedang resah karena berita santer tentang kemungkinan penjualan Thiago Silva senilan 40-50 juta Euro ke PSG, yang katanya tak lagi terbendung. Entahlah mungkin Silvio Berlusconi memang harus menjual beberapa bagian atau bahkan seluruh dari sahamnya di Milan kepada pemodal yang lebih tajir dan masih haus gelar. Sepertinya cuma itu jalan agar Milan dapat kembali ekspansif dan kompetitif lagi. Kembali punya bintang-bintang yang decisive semacam Sheva, Kaka, Rui Costa, Pirlo, Maldini, dan Baresi. Akhirnya juga punya stadion sendiri seperti klub-klub kelas atas Eropa lainnya.

Ah, tapi paling tidak 2 gol Sheva ke gawang Ukraina pada Selasa dini hari tadi bisa jadi pengingat kepada jaman ketika para Milanisti di Curva Sud Stadion San Siro masih sering bernynyi "oi...oi...oi...,  oi...oi...oi...oi...andriy sheva segna per noi...". Dan semoga pula kembali datang era ketika Milanisti menemukan sosok bintang yang decisive, benar-benar bisa diandalkan di lapangan, pula memberi mereka gol yang menghibur...seperti Sheva. 

<<<+>>>                                                    
                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar