Selasa, 26 Juni 2012

Ketika Rainbow Cake Jadi Keik Sejuta Umat...


(Hasil Penggabungan Plus Pengembangan dari 5 Tulisan yang Dimuat di Halaman 9 dan 10 Harian Pagi Tribun Jambi edisi Minggu, 24 Juni 2012)


Oleh Yoseph Kelik
RAINBOW Cake (foto dari www.az-cakes.com)


NAMANYA indah dibaca, elok pula terdengar telinga. Wujudnya pun berlapis-lapis dengan lima sampai enam macam warna, teramat menggoda mata. Itulah rainbow cake alias keik pelangi, sejenis kue anyar yang dalam waktu singkat mampu menjangkitkan euforia mengudap kepada para penghuni berbagai kota di Indonesia.

Ini kurang lebih mirip dengan yang pernah terjadi ketika brownis kukus muncul dan sangat digilai orang beberapa tahun lalu.  Malah, agaknya jauh melebih antusiasme orang kepada klapertaart serta cupcake kala sedang naik daun beberapa waktu silam.

Rainbow cake memang sedang menyandang status sebagai keik sejuta umat. Secara pribadi, saya mendengar berbagai cerita tentang antusiasme orang-orang terhadap si keik pelangi dari beberapa kawan saya yang tinggal di sejumlah kota: Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Solo, hingga Ubud di Bali. Contohnya, saya mendengar seorang kawan di Kota Jogja yang sebelumnya punya usaha pembuatan dan penjualan klapertaart telah menambahkan rainbow cake ke dalam list barang dagangannya. Dari seorang kawan yang tinggal dan bekerja di Ubud saya dengar dia masih kesulitan mencari tempat pemesanan kue satu ini di sana. Lalu, dari kawan lain yang tinggal di Jakarta bercerita dengan seorang tantenya yang begitu kepincut dengan keik pelangi sejak liputan tentang kue itu nongol di satu program acara televisi.

10 Per Minggu
Nah, sebagaimana warga di kota-kota lain, warga Kota Jambi rupanya tak steril dari kehebohan oleh rainbow cake tadi. Warga Jambi ternyata sama demennya dengan warga kota-kota lain di Indonesia soal rainbow cake. Cerita antusiasme warga Kota Jambi terhadap si bolu lapis macam-macam warna tersebut contohnya saya ketahui dari Charita Maharani (31). Perbincangan via BlackBerry Messenger (BBM) pada Jumat pagi, 22 Juni 2012, merupakan sarananya. Charita Maharani, yang sehari-hari biasa disapa sebagai Chani tersebut, adalah pemilik Az Cakes, sebuah usaha pembuatan kue yang beroperasi secara rumahan sejak setahun silam, juga telah beromzet hingga sekitar Rp 10 juta per bulan. Az Cakes tersebut sampai sekarang menumpang di kediaman Chani sekeluarga di Jalan Sultan Agung Tirtayasa No 10, Sipin, Kota Jambi,

CHARITA Maharani
(foto oleh Hanif Burhani)
Kata wanita yang juga bekerja di sebuah perusahaan asuransi itu,  Az Cake memang banyak menerima pesanan keik pelangi mulai bulan lalu. Imbuh  ibu dari Zio (5) serta Zelo (3) tersebut, belakangan ini  pesanan rainbow cake malah datang setiap hari. Para pemesannya datang dari bermacam-macam keperluan: ada yang untuk kue ulang tahun, ada yang untuk tanda mata bagi kolega, ada pula yang cuma penasaran dan tertarik icip-icip. Sepengamatan Chani, semua ini merupakan kelanjutan dari euforia yang sebelumnya telah menjangkiti kota-kota lain di Indonesia sejak awal tahun 2012, atau paling tidak bulan Maret, pula sambungan yang terjadi di Amerika Serikat sejak 2010 silam.

"Rata-rata 10 per minggu deh karena aku hari Minggu closed order, family time," kata Chani menyebut jumlah rata-rata pesanan rainbow cake dalam satuan per loyang  yang diterimanya. Sambungnya, sebelum era demam rainbow cake akhir-akhir ini, Chani melalui Az Cake-nya biasa melayani pembuatan kue-kue antara lain black forest, cupcakes, lapis surabaya, brownis, melted brownies, juga red velvet.

Sejauh ini, Chani melayani pesanan  rainbow cake dalam dua macam ukuran. Pertama, ukuran 18x18 centimeter yang dibanderol Rp 250 ribu. Kedua, ukuran 20x20 centimeter yang dibanderol Rp 300 ribu. Chani tiada membantah bahwa harga harga kue buatannya tak benar-benar bisa dibilang murah. Namun, itu merupakan konsekuensinya pilihannya menggunakan bahan-bahan bermutu baik dalam pengerjaan kue-kue pesanan yang jadi tanggung jawabnya.

"Contoh, aku pakai tepung terigu yang dijual per kemasan 1 kilogram, bukan terigu curahan. Gula pasir juga kualitas bagus, pewarna juga yang impor, merk Wilton atau Trans, terus filling- nya aku pakai heavy cream merk RICH's sama cheese cream plus cacahan jeruk mandarin. Aku percaya kualitas cake yang bagus cuma bisa didapat dari kualitas bahan yang bagus juga," papar wanita yang juga pegiat sekaligus Ketua Komunitas Jambi Peduli ASI (JPA) itu.  Oh ya, keik pelangi olahan Az Cake-nya Chani biasanya dibuat dengan cara dikukus. Pasalnya, keik pelangi merupakan keik dengan lapis per lapis yang terbilang tipis.  Menurut Chani, rainbow cake dengan karakteristiknya yang semacam itu tadi bakal cenderung rentan kering. jika dimasak dengan cara dioven.

Usaha Dua Sepupu
Tingginya minat orang terhadap rainbow cake dirasakan juga oleh Lulya Suswirantika (22) dan Dian Mustofa (19). Dua gadis berjilbab tersebut malah melihat euforia keik pelangi akhir-akhir ini sebagai momentum pas memulai sebuah usaha pembuatan kue. Mereka memberanikan diri menerima order bikin kue tak seberapa lama setelah mencoba membuat sendiri keik pelangi. Omong-omong, Lulya dan Dian terpicu untuk membuat sendiri keik pelangi antara lain buah karena kekurangsregan juga terhadap banderol keik pelangi di sebuah kafe besar di Kota Jambi ini.

"Satu potong kecil dijualnya Rp 30 ribu," kata Lulya tentang secuil pengalamannya menengok keik pelangi olehan dan pajangan si kafe besar tadi pada sekitar dua bulan lalu. Sarjana Kedokteran dari Universitas Jambi yang sebentar lagi akan menjalani masa koasnya tersebut, mengatakan hal itu kepada saya di rumahnya di daerah Simpang Kawat pada Selasa siang, 19 Juni 2012 lalu.

Bukannya tanpa sebab bahwa Lulya dan Dian merasa kurang sreg. Soalnya keduanya memang terbiasa membuat kue sendiri. Segera muncul dalam pikiran mereka bahwa membuat sendiri keik pelangi boleh jadi akan lebih murah.

"Akhirnya cari-cari resepnya kok ternyata nggak sesusah kelihatannya, bisa saja kelihatannya untuk dibikin sendiri," kata Dian menyambung cerita sepupunya.

Dian memang pantas percaya diri. Sebelum membuat keik pelangi dengan pakem yang terbilang orisinal, mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi ini malah sempat membuat keik pelangi dengan versi termodifikasi untuk keperluan aplikasi program kewirausahaan di kampusnya. Versi yang dibuatnya kala itu adalah banana rainbow cake alias keik pelangi pisang. Dengan memakai pisang, maka penangangan racikan dan adonan sebenarnya lebih rumit.

Dian dan Lulya lantas berkolaborasi membuat sendiri keik pelangi. Itu semua dengan bermodal duit Rp 150 ribu, meminjam sejumlah peralatan membuat kue di rumah Lulya, juga memanfaatkan sejumlah bahan kue simpanan ibunda Lulya.

Percobaan sebanyak tiga kali membuat sendiri keik pelangi itu ternyata memang berujung dengan hasil-hasil memuaskan. Bagi Lulya dan Dian, itu paling tidak membuktikan mereka sungguh mampu sungguh membuat keik pelangi. Sekaligus pula membuat mereka yakin untuk memulai usaha bikin kue.

KEIK Pelangi bikinan Lulya dan Dian (foto oleh Hanif Burhani)

Guna mempromosikan usaha mereka yang masih terbilang bayi, dua gadis bersepupu itu giat berkabar melalui akun twitter mereka masing yakni @LulyaSDanza dan @mbahdian, juga melalui BlackBerry Messenger.

"Sudah terima pesanan sekitar 20 loyang," kata Dian tentang jumlah pesanan yang ia dan Lulya tangani sejak mulai menerima order dalam dua pekan terakhir. Banyak pesanan antara lain mulai datang dari kawan-kawan sekampus Lulya di Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Jambi.

Konsekuensi dari pesanan yang mulai mengalir membuat Lulya dan Dian mesti merelakan banyak waktu tersita untuk membikin kue. Beberapa kali dalam sepekan mereka mesti bekerja spartan dari mulai pukul 14.00 sampai dengan 02.00 dini hari. Tak ayal, kadang kantuk sempat pula menyerang dan memberatkan mata keesokan harinya. Tapi, tentu saja itu layak untuk dijalani karena kantong memang jadi lebih tebal. Kata Lulya, mereka mengutip Rp 100 ribu untuk setiap satu pesanan rainbow cake berdiameter 20 centimeter. Lulya dan Dian biasa pula membagi keik pelangi bikinan mereka yang berdiameter 20 centimeter itu menjadi 10 potongan, yang masing-masing lantas dijual Rp 10 ribu sepotongnya. Soal modal, kata Dian, duit Rp 150 ribu dapat mereka pakai untuk mendanai pembuatan keik pelangi sebanyak dua setengah buah.

"Melayani juga yang ukuran kecil, diameter 10 centimeter. Kalau itu harganya Rp 35 ribu. Kebanyakan pesanan sih yang diameter 20 centi," ucap Lulya.

Keik pelangi bikinannya dan Dian biasanya terdiri dari enam lapis warna yakni ungu, biru, hijau, kuning, oranye, juga merah. Untuk mewarnai lapis demi lapis keik pelangi racikan mereka,sekaligus mendapatkan rasa manis nan meriah, Lulya dan Dian memilih pewarna berbentuk pasta yang masing-masing memiliki rasa buah tertentu.

Seperti halnya Chani, Lulya dan Dian pun memilih memasak keik mereka dengan cara dikukus, bukan dipanggang dalam oven.  Mereka percaya itu membuat keik jadi bertekstur lebih padat, terasa halus,  juga tak banyak meninggalkan remah kala dipotong. Kepada para pemesan, Lulya dan Dian memberikan sejumlah alternatif pilihan topping dari mulai cokelat parut serta  cokelat leleh, cokelat putih taburan meises, keju, serta oreo. Di antara sekian topping itu, menurut Lulya dan Dian, coklat parut serta cokelat leleh merupakan topping favorit.

DIAN dan Lulya bersama keik pelangi bikinan mereka (foto oleh Hanif Burhani)

Lulya serta Dian yakin keik pelangi masih akan sangat digemari orang paling tidak hingga dua bulan ke depan. Dengan demikian, keduanya memandang menekuni usaha pembuatan dan penjualan keik multiwarna ini masih sangat menarik untuk dijalani. Karena itu, mereka pun bakal mencoba menggenjot omzet. Satu langkahnya adalah dengan berjualan langsung juga di keramaian pasar tiban Minggu pagi di seputaran Komplek Kantor Gubernur Jambi di Telanaipura. Mereka menjalaninya mulai Mingu pagi, 24 Juni 2012, dengan mangkal memakai sebuah Daihatsu Xenia warna marun yang terparkir di seberang jalan dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi. Hasilnya, tiga jam berjualan hingga sekitar pukul 09.00 pada Minggu pagi itu, dagangan mereka sebanyak enam loyang ukuran 20 centimeter ternyata laris diserbu pembeli.

Tak Menerima Pesanan
Keik pelangi yang sedang menjadi keik sejuta umat seperti sekarang mengundang banyak orang untuk memelajarinya. Tak selalu dengan motif belajar untuk lantas beralih menjadi penjual seperti Lulya dan Dian. Ada juga orang-orang yang semata belajar tentang pembuatan keik pelangi karena memang ingin mengetahui tahap demi tahap pembuatanya, juga aneka tips agar si keik pelangi enak. Itu saja. Sama sekali tanpa motif rencana bisnis dan orientasi profit.

Satu contoh orang semacam itu adalah Ame (25). Perempuan berambut panjang tersebut belajar membuat keik pelangi kurang dari sebulan terakhir. Omong-omong, keik pelangi pertama yang dibuat Ame adalah pula keik pelangi pertama yang disantapnya. Seraya tertawa kecil, perempuan bernama lengkap Dian Amelia ini mengaku memang belum sekalipun pernah membeli atau menikmati keik pelangi selain bikinannya sendiri.

"Jadi sebenarnya belum punya pembanding rasa rainbow cake aslinya seperti apa," ucap mahasiswi Bahasa Inggris FKIP Unja yang sebentar lagi lulus tersebut seraya tergelak kecil kembali. Itu diceritakannya kepada saya pada Kamis, 21 Juni 2012, sekitar pukul 16.30 di Langkan Budaya Taratak, Jalan Kemas A Rivai nomor 64, Handil Jaya, Kota Jambi. Sejak 2007, Ame memang bergiat di lembaga dan komunitas seni yang didirikan Tom Ibnur tersebut sebagai seorang dari para penarinya.

Menurut Ame, dirinya memeroleh  resep rainbow cake alias keik pelangi dari hasil googling di internet. Versi resep yang diperolehnya adalah keik pelangi yang dimasak secara dioven. Bentuknya bundar atau petak dengan ukuran garis tengah 20-22 centimeter. Ia biasanya membentuk keik pelangi terdiri dari 5 lapis warna yakni ungu, merah kuning, hijau, dan oranye.  Namun, ia memutuskan berkreasi lebih lanjut dengan menambahkan susunan wafer stick atau choco chips di setiap lapisan keik pelanginya.

DIAN Amelia (foto oleh Hanif Burhani)
"Jadi kalau sudah jadi dan dipotong, lapis-lapisnya nggak cuma polos, tapi ada kayak bintik-bintiknya," kata gadis yang tinggal di Telanaipura tersebut. Penambahan wafer stick atau choco chips itu sekaligus memberi tekstur rasa manis pahit ala cokelat pada keik.

Menurut Ame, biarpun telah tahu cara-cara membuat keik pelangi, ia tak terpikir untuk menerima pesanan. Ia cuma membikin keik pelangi untuk dinikmati sendiri dan keluarganya. Soalnya ia sebenarnya merasa kurang sabar bikin kue, apalagi keik pelangi yang perlu dibentuk lapis demi lapis. Lagi pula, tambah Ame, ia cenderung membikin lapis demi lapis keik pelangi buatannya sesuka hatinya. Maka, ketika sayamenyebut keik pelanginya yang semacam itu sebagai keik pelangi impulsif, Ame pun cuma tertawa dan malah mengiyakannya.

Sebagaimana Ame yang belajar tentang keik pelangi semata demi menguasai cara pembuatannya, tapi tanpa memiliki motif bisnis sebagai kelanjutannya,  Riana Rizky Amelia (21) pun demikian halnya. Perempuan yang bekerja sebagai staf marketing di satu bank swasta ini kali pertama menikmati si kue yang sedang didoyani berjuta umat tersebut adalah sekitar dua bulan lalu. Itu terjadi di Bandung, tepatnya di satu kafe di bilangan Braga. Seingat Nana, demikian sapaan akrabnya, untuk menikmati sepotong kecil keik pelangi di sana, ia merogoh kantong sebesar Rp 20 ribu saja. Status booming yang sedang melekati si keik pelangi diakui Nana sebagai pemantik ketertarikan awalnnya.

Namun, Nana kemudian tak cuma puas berhenti di posisi penikmat keik. Berhubung dirinya sejak duduk di bangku SMP gemar membuat kue, terbiasa membuat dari mulai chiffon cake sampai dengan tripple choco dan cup cake, Nana pun memutuskan belajari cara pembuatan rainbow cake, mencoba menghasilkan keik pelangi hasil buatannya sendiri. Soal ini, dia merasa banyak terbantu oleh video-video tutorial kreatif pembuatan rainbow cake unggahan dari luar negeri yang dilihatnya di YouTube. Sejauh ini, rainbow cake yang antara lain pernah dibuatnya memiliki diameter 18 centimeter dan ber-topping white cream nan simpel.

"Bikinan sendiri pastinya lebih sesuai selera aja karena aku modifikasi resepnya. Kalau yang original itu pakai pure cream cheese, jadi cenderung plain rasanya. Kalau resep rainbow cake aku, cream cheese-nya aku campur dengan melt white chocolate, jadi ya lebih manis," ujar Nana dalam obrolannya dengan saya via BlackBerry Messenger pada Rabu malam, 20 Juni 2012. Sambungnya, modifikasi tersebut terpikir olehnya berdasarkan insting aja. Dengan rendah hati, Nana malah menyebut dirinya sebenarnya tidak pintar bikin kue, sekadar pintar merasakan makanan enak.

Omong-omong, di tengah euforia tentang  keik pelangi sekarang ini, Nana rupanya tak benar- benar terbawa hanyut. Gadis bertinggi 161 centimeter ini sama sekali tak kehilangan penilaian kritisnya terhadap keik pelangi.

"Kalau aku sih bilangnya ini lagi fenomena aja ya... Kalau boleh jujur dari hati terdalam, sebenarnya rainbow cake ibarat cewek cantik yang nggak terlalu cerdas. Bentuknya memang cantik sampai nggak tega pengen makan, tapi sbenarnya rasa nggak seenak pesaingnya, sebut aja red velvet ataupun brownis yang everlasting. Tapi, untuk dunia kuliner sekarang ini, memang rainbow cake jadi jawara di kelasnya," papar Nana terus terang.

Namun, sadar bahwa keik pelangi sedang sangat digemari orang, sedangkan ia menguasai cara pembuatannya, Nana sangat tertarik untuk berbagi ilmu. Dia contohnya menyambut tawaran dari Ardi, sahabatnya yang merupakan pegiat Komunitas Akademi Berbagi (Akber) Jambi, untuk mengisi kelas membuat keik pelangi yang diselenggarakan Akber. Rencananya, kelas belajar gratis itu akan diikuti oleh sekitar 40 anak muda Jambi. Acaranya sendiri bakal berlangsung pada akhir pekan kedua Juli 2012 mendatang, dengan durasi acara kurang lebih dua jam.

RIANA Rizky Amelia (foto oleh Hanif Burhani)

Selebihnya, merasa mesti fokus dengan urusan pekerjaannya sehari-hari, Nana sama sekali belum terpikir memanfaatkan kemampuannya dalam membuat kue untuk lantas membuka jasa pembuatan kue. Menurut alumnus Universitas Jambi ini, dia membuat kue cuma buat kesenangan pribadinya, juga untuk menghadiahi keluarga dan teman dekat yang merayakan momen-momen istimewa semacam ulang tahun.

Hanya saja, ia menyimpan rencana menambah kemampuan ilmu membuat kuenya, yakni dengan belajar tentang keik red velvet. Kata Nana tentang rencana itu, "Di Jambi masih susah buat cari bahannya, tapi soon i will try."

<<<+>>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar