Kamis, 01 Maret 2012

Karena Sampai Tengah Malam dan Mudah Parkirnya


Oleh Yoseph Kelik


EKS Bioskop Murni (foto diambil dari dari koleks akun Bentang Waktu di situ panoramio.com)


SEINGAT wartawan senior Thomas P Sirait (71), kawasan Murni sepanjang jalan Sultan Agung, Kota Jambi, tepatnya di seputaran Sentral Yamaha Sabang Raya Motor dan Studio RRI Pro 2 FM, telah berkembang menjadi sebuah area konstrasi tempat makan sejak medio 1976. Awalnya perkembangannya banyak didorong oleh keberadaan Bioskop Murni, yang telah tutup pada awal 2000-an dan kini berganti fungsi menjadi toko mebel Murni Baru alias Cikindo. Thomas menceritakan hal ini lewat perbincangan telepon dengan saya pada Sabtu sore, 29 Oktober 2011 lalu.

Dulu, seingat mantan wartawan Harian Sinar Pagi ini, pada tahun 1970-an warung-warung makan di sini masih ada yang berupa bangunan papan, namun mulai yang telah dibangun permanen bertembok. Namun, Thomas tak lagi ingat rumah makan apa yang paling tua di kawasan Murni. Seingatnya, tahun 1970-an sampai dengan 1980-an, warung-warung makan di Murni banyak yang belum memasang nama. Thomas melihat pilihan menu yang ada di sana pada 1970-an hingga kini tak jauh berbeda. Nasi goreng, sate, sop, dan pempek adalah yang paling dicari orang. Ia sendiri dulu biasa ke sana ketika malam dengan mengajak Jogi, anak lelakinya.

"Aku dulu kalau diajak ke sana biasanya beli kweetiauw," kata Jogi Sirait, wartawan majalah GATRA di Jambi sekaligus putra Thomas, mengenang masa kecilnya dan menambahkan cerita. Pada sekitar 1980-an, seingat Jogi, di Jambi cuma ada satu tempat lain yang memiliki warung makan sebanyak Murni yakni Taman Mayangsari.

"Orang suka ke sana itu karena buka sampai tengah malam dan mudah parkirnya," kata Jogi memberi pendapat tentang perkembangan Murni dari dulu sampai sekarang. Di kawasan Murni saat ini, selain Rumah Makan Hawa Jaya ada sederet rumah makan lain. Beberapa di antaranya adalah Delicious yang menyediakan seafood, sate, dan matabak india, Pondok Pindang Sarinande, Pempek Tekwan Si Unyil, Warung Hendri, serta Depot Sate Murni.

"Murni bisa berkembang seperti sekarang karena dari dulu letaknya tergolong dekat pusat kota, juga selalu punya jalan bagus. Itulah yang membuat orang makan ke sana, " kata Dosen FKIP Unja dan peneliti sejarah Jambi, Fachrudin Saudar, ketika saya ajak berbincang di kesempatan terpisah, memberi sedikit pendapat tentang perkembangan Kawasan Murni.




CATATAN: Tulisan ini sebelumnya pernah dimuat di Halaman 9 Harian Pagi Tribun Jambi pada Senin, 31 Oktober 2011

2 komentar:

  1. dulu pernah nonton film di sini.
    tahun 1993 atau 1994.
    hha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. he3x...wah, umur berapa waktu itu,de? nonton film apa, masih inget nggak?

      Hapus