Jumat, 06 Februari 2015

Bukan Cuma Dialami Agus dan Sheila...

Oleh Yoseph Kelik

Film Palak Memalak (foto dari kampunghalaman.org)

 “SAYA sangat senang berada di sekolah favorit seperti  ini.”

Demikian ucap seorang remaja pria bernama Agus tentang perasaannya dapat bersekolah di SMK Negeri 5 Makassar, yang lebih beken di kalangan warga Makassar dengan sebutan STM Pembangunan.

Namun, kenyataannya hari-hari Agus di sekolahnya tak selalu benar-benar terasa menyenangkan. Ia dan kawan-kawannya sesama murid kelas I alias tingkat terbawah tak jarang dimintai uang secara paksa oleh para seniornya dari kelas III. Dalih yang dipakai para kakak kelas itu adalah sodoran stiker yang harus dibeli atau brosur-brosur maupun kegiatan yang pembiayaannya mesti disumbang.


Kata-kata kasar dan tindakan fisik intimidatif seperti dorongan tangan ke dada hingga pitingan pada leher kerap menyertai. Jika permintaan uang diiringi kata-kata memaksa, atau bahkan yang telah disertai tindakan main tangan secara ringan tak mempan, para senior Agus tega bertindak lebih, yakni lantas memukuli korban sampai babak belur.

Hari-hari bersekolah yang tak nyaman dialami juga oleh Sheila. Ia adalah seorang siswi di SMP Negeri 5 Bondowoso, Jawa Timur.

Sepintas kehidupan sekolah Sheila terlihat damai. Lebih lagi jika melihat bagaimana murid-murid dan guru-guru saling beruluk salam di gerbang sekolah pada pagi hari sebelum jam belajar mengajar dimulai.

Hanya saja, di SMP tersebut, Sheila saban hari harus merasakan aneka perlakukan tak menyenangkan dari teman-teman sesekolahnya, terlebih lagi oleh kawan-kawan sekelasnya. Itu berupa ejekan berulang ulang, dihalang-halangi saat berjalan, dorongan tangan ke badan hingga jatuh, pengucilan, juga sindiran dan celaan di media sosial seperti Facebook. Ada saja hal pada Sheila yang dijadikan masalah oleh orang-orang itu: sifatnya yang pendiam, kecenderungannya menjadi kutu buku, kesukaannya menempati tempat duduk di pojok kelas, hingga bau badan yang kurang sedap.

Kisah Agus dan Sheila tadi merupakan isi dari dua film pendek. Kisah mengenai Agus ada dalam Palak Memalak yang berdurasi 4 menit 36 detik dan dibuat oleh para murid SMK Negeri 5 Makassar  pada 2006; kisah tentang Sheila ada dalam Jangan Bully Aku! yang berdurasi 6 menit 32 detik dan dibuat Komunitas Langit Biru Bondowoso, yang merupakan gabungan dari sejumlah siswa-siswi SMP, SMA, MTs serta Madrasah di Bondowoso. Dua film pendek tersebut  diproduksi dengan bantuan bimbingan dari Yayasan Kampung Halaman, yang pula termasuk bagian dari 500 video karya anak muda yang didokumentasikan dalam bagian Depot Video situs kampunghalaman.org, dapat ditonton secara online di situ, bahkan diunduh secara cuma-cuma selama untuk kepentingan non profit.

Film Jangan Bully Aku! (foto dari kampunghalaman.org
   
Sebagai film pendek berformat semacam catatan harian remaja berformat video, Baik Palak Memalak maupun Jangan Bully Aku! pada satu sisi bukanlah film-film yang termasuk kategori  dokumenter sepenuhnya. Ya demikian memang jika memandang mereka semata merujuk kepada ukuran otentisitas peristiwa, waktu, tempat, juga sosok-sosok yang diceritakan di dalam kedua film pendek itu. Namun, beranikah saya dan anda sepenuhnya mengabaikan kemungkinan bahwa kisah dalam dua film tadi terinspirasi dari suatu atau beberapa kejadian nyata, atau juga malah visualisasi dari hal tadi yang lantas dikaburkan waktu, tempat, maupun nama-nama orang yang sebenar? Untuk saya sih, jawabannya: tidak. Apa lagi jika mengingat rekam jejak film-film pendek karya remaja bimbingan Kampung Halaman yang lazimnya memang dikembangkan dari pengalaman pribadi remaja-remaja pembuatnya, atau setidaknya pengalaman orang-orang di sekitar para remaja tadi.

Khususnya tentang Palak Memalak, keterkaitan antara kisah dalam film pendek ini dengan suatu atau peristiwa nyata dikuatkan oleh turut dimunculkannya rekaman keterangan pihak pengelola sekolah atas fenomena menahun pemalakan senior kepada junior di sekolah tersebut. Biarpun rekaman audio yang diselipkan di tengah film tersebut lebih menekankan pembelaan pihak pengelola SMK Negeri 5 Makassar bahwa mereka telah melakukan sejumlah tindakan untuk mengatasi masalah pemalakan dan tindakan kekerasan di sekolah tersebut.

Benang merah penghubung Palak Memalak dan Jangan Bully Aku! tetaplah sebuah fenomena kekerasan secara verbal maupun fisik yang kerap diberitakan di media massa serta media sosial akhir-akhir ini, yakni bullying. Jika kita mencari di internet, membuka-buka lagi isi koran-koran lama, juga mengingat isi berita di televisi, tentu kita bakal menemukan sejumlah peristiwa bullying di lingkungan sekolah yang bikin mengelus dada karena tak cuma kejam, tapi ada yang sampai menciptakan hilangnya nyawa si korban. Sebut saja dalam hal ini antara lain kisah seorang murid SD di Jakarta Timur yang dipukuli sampai mati oleh kakak-kakak kelasnya gara-gara menjatuhkan pisang goreng milik satu kakak kelasnya, lalu seorang siswi SD di Bukittinggi yang dianiya secara keroyokan oleh teman-teman sekelasnya, juga tewasnya dua murid SMA Negeri 3 Setiabudi Jakarta dalam acara ekstrakurikuler pecinta alam sekolah tersebut. Ini pun cuma sebagian yang terjadi dalam setahun terakhir, belum seluruhnya, belum juga yang terjadi pada tahun-tahun sebelum-sebelumnya.

Dalam kasus seperti yang diceritakan dialami Agus dan Sheila, bullying jelas menciptakan penderitaan mental maupun fisik yang tentu mengganggu kefokusan konsentrasi kegiatan belajar di sekolah. Bullying di sekolah yang dialami Agus dan Sheila sebagaimana diceritakan dalam Palak Memalak dan Jangan Bully Aku!  dapat menjerumuskan korban ke dalam berbagai masalah baru yang lebih rumit. Pada apa yang dialami Sheila, gadis ini lantas terdorong mencuri ponsel salah satu pem-bully-nya sebagai semacam tindakan balas dendam, yang pada akhirnya menciptakan stigma baru sebagai pencuri baginya, membuat dirinya kian terkucilkan, lalu ia pun jadi kerap tak masuk sekolah. Pada apa yang dialami Agus, diceritakan di akhir film, ketika ia telah duduk di kelas III, ia telah menyebut dirinya sebagai murid penguasa di sekolahnya. Siapa bisa menjamin ketika ia telah menjadi senior ia tak akan ganti memalak serta mem-bully junior?

<<<+>>>

*Versi cetak dari tulisan ini sebelumnya telah dimuat di majalah Kombinasi edisi Januari 2015 yang diterbitkan oleh Combine Resource Institution.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar