Jumat, 22 November 2013

Empat Rekan Sekantor dan Seorang Mertua Menonton Pacu Jawi

(Sambungan dari tulisan Dari Jambi ke Sumatera Barat pada Peralihan November ke Desember sekaligus bagian III tulisan-tulisan catatan perjalanan ke Sumatera Barat dan Sumatera Utara.)


Oleh Yoseph Kelik
SAPI peserta pacu jawi di Jorong Gurun, Tanah Datar, Sumatera Barat

PERJALANAN yang berawal dari Kota Jambi itu memakan waktu total hampir 14 jam. Setelah bermobil selama itu, saya, Hanif, Wahyu, Wahid, serta Pak Jarwadi akhirnya sampai di Jorong Gurun, Nagari Gurun, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Semua itu adalah berkah panduan Google Maps, tapi ditambah beberapa kali bertanya kepada orang di pinggir jalan.

Tempat yang tepatnya kami datangi pada Sabtu, 1 Desember 2012 itu bernama Sawah Kandang Dalam. Nama itu bukanlah sekadar tempelan sebab daerahnya memang berupa persawahan  berterasering. Ini pula lah satu di antara tempat penyelenggaraan pacu jawi di Tanah Datar pada November dan Desember 2012.
Bagian dari persawahan yang sedang dipakai sebagai arena pacu jawi tiada ditanami padi. Beberapa petak di bagian atas dari area sawah terasering tersebut dibiarkan kering. Beberapa petak selebihnya di bawah serta kiri-kanan sengaja digenangi lumpur dan air, tapi tanpa padi.

Pacu jawi sendiri pada dasarnya merupakan seremoni penyambut masa tanam padi. Sapi-sapi sengaja diajak berpacu di sawah-sawah pada hari-hari penghujung masa jeda bersawah, sebelum akhirnya sawah kembali ditanami padi. Jadi, pacu jawi sebenarnya adalah versi membajak sawah secara beramai-ramai plus penuh sukacita, juga atraktif. Sepanjang November, setiap akhir pekan, sejumlah acara pacu jawi juga telah dihelat di daerah Tanah Datar maupun Payakumbuh. Bahkan, sejumlah penghobi fotografi asal Sumatera Barat, Jakarta, maupun beberapa daerah lain ada yang konon memesan penyelenggaraan pacu jawi khusus pada medio Desember, untuk memuaskan hasrat memotret mereka .

Adu Lurus
Semula, kami berlima, para rombongan dari Jambi, berpikir bahwa pacu jawi ialah adu balap cepat sapi layaknya karapan sapi di Madura. Barulah setelah mendengar tuturan dari Darsono, sang ketua panitia acara pacu jawi di Sawah Kandang Dalam hari itu, kami baru ngeh kalau model perlombaan pacu jawi berbeda dengan karapan sapi. Pacu jawi memang juga suatu kontes sapi berlari, tetapi  penilaian utama justru pada keindahan cara berlari, khususnya lagi seberapa lurus si sapi itu berlari di lintasan.

Darsono secara pribadi sempat menguraikan aturan berlomba dan cara penilaian dalam pacu jawi tadi karena waktunya memang masih belum benar-benar tersita oleh urusan lomba. Kebetulan juga, kami berlima dari Jambi datang terlampau pagi. Mobil kami menjangkau daerah Sawah Kandang Dalam pada sekitar pukul 07.30. Padahal, lomba ternyata baru akan dimulai sekitar jelang siang.

Kahwa Daun
MINUMAN kahwa daun.
Untunglah, warung-warung temporer yang diadakan khusus untuk memeriahkan acara telah buka. Makanan dan minuman pun telah siap dipesan di warung-warung yang dibangun berderet di pinggir daerah persawahan itu. Di satu dari warung yang ada, kami lantas menikmati sarapan dan menyeruput minuman hangat.Menu sarapan adalah ketupat sayur ala Minang. Lalu, menu minumannya adalah kahwa daun yang terbilang unik. Minuman itu adalah semacam kopi. Hanya saja, air kopinya tidak didapat dari seduhan bubuk kopi, tetapi dari daun-daun kopi yang diremas dan lantas direbus. Rasanya ya seperti kopi, tetapi dengan penampilan yang sedikit lebih encer. Oh ya kahwa daun ini dihidangkan dalam wadah semacam mangkuk dari tempurung kelapa.
REBUSAN daun kopi untuk menghasilkan air kahwa daun.
PEDAGANG menuangkan kahwa daun ke dalam wadah tempurung kelapa.
Selain di Minang, minuman semacam itu setahu saya dikenal   juga di Dataran Tinggi Kerinci di Provinsi Jambi, tetapi namanya di sana ialah aek kahwo. Namun, keliatannya tak banyak daerah punya minuman dari rebusan daun kopi semacam ini.

Nongkrong cukup lama di warung untuk sarapan, minum kahwa daun, juga berbincang ngalor ngidul dengan para penduduk lokal maupun para penghobi fotografi yang datang dari Jakarta serta Bukittinggi, waktu luang sebelum lomba dimulai ternyata masih begitu banyak. Karena itu, saya, Hanif, Wahyu, dan Wahid lantas menyempatkan mendatangi aliran sungai kecil di kaki area persawahan terasering itu. Pak Jarwadi mertua Hanif tak turut dengan kami yang berjalan-jalan ke sungai. Beliau lebih memilih tetap berbincang dengan sejumlah orang di warung.

Sungai kecil yang kami datangi berair jernih. Bunyi aliran air sangat gemericik. Sejam lebih kami berada di sana untuk cuci kaki, membasuh wajah dan tangan, bermain-main air seperti bocah kecil, berfoto-foto konyol, kencing dekat gerumbul semak yang ada di sana, hingga duduk ngelamun di tepian maupun jalan bolak-balik di jembatan bambu kecil di situ.

SUNGAI kecil di kaki daerah sawah terasering yang menjadi arena pacu jawi.
Kebanyakan Berlari Melenceng
Ketika kami empat sekawan rekan sekantor kembali mendaki naik ke area persawahan yang menjadi arena pacu jawi, lomba tetap saja belum mulai.Cuma, sekarang suasana jauh lebih ramai serta meriah. Di sepanjang pinggiran arena lomba ada sapi-sapi yang dihias warna-warni, khususnya di bagian kepala mereka. Di salah satu bagian lain persawahan ada pertunjukan tari piring, lengkap dengan iringan musik tradisional Minang yang terdengar begitu rancak. Lalu, tak seberapa jauh dengan lokasi tari piring, ada wahana permainan kincir bianglala tradisional. Warung-warung temporer yang buka juga bertambah banyak. Belum lagi para pedagang keliling yang hilir mudik memakai sepeda motor, sepeda kayuh, ataupun sekadar berjalan kaki.
SAPI-sapi peserta pacu jawi.
PERSIAPAN lomba.
SAPI-sapi yang mengantre sebelum berlomba di arena.
Selang sekitar sejam, jelang siang, perlombaan pacu jawi akhirnya dimulai. Satu demi satu joki memacu sepasang sapi yang menjadi tanggung jawabnya. Arena berlari adalah sepetak sawah dengan bentuk sedikit melengkung  dan sekaligus cukup lebar. Panjang sawah yang dipakai sebagai area lintasan lari ini sekitar 150 meter dari ujung ke ujungnya.

Kala sapi-sapi berpacu di arena, ternyata sebagaian kecil saja yang bisa berlari lurus dari garis start ke finish. Kebanyakan selebihnya berlari melenceng sampai ada yang melompat ke petak di bawahnya. Kalau tidak demikian, sapi-sapi itu mogok berlari di tengah sawah.

JOKI memacu sapi di lintasan sawah berlumpur.
Pada saat bersamaan, penonton tua-muda, lokal, pelancong lain kota atau bahkan lain provinsi, termasuk para penghobi fotografi yang bersenjatakan kamera-kamera DSLR berlensa mancung, menyesaki pinggiran daerah lintasan lomba. Tempat mereka duduk maupun berdiri adalah sepanjang jalur pematang sawah. Padahal, pematang itu sebenarnya adalah pula jalur akses mobilitas orang. Alhasil, orang begitu kesulitan berjalan di sepanjang pematang itu. Banyak di antaranya terpaksa berjalan hingga masuk sawah yang tentu saja penuh berlumpur.
PARA penonton menyesaki pematang sawah di tepi arena pacu jawi.
Di tengah kemeriahan  acara pacu jawi, langit yang sebenarnya cenderung benderang dan panas ternyata menumpahkan hujan. Hujan ini tak sungguh-sungguh deras, tetapi jauh pula dari golongan gerimis. Karena itu, banyak penonton mundur menjauh dari pematang, mencari tempat berteduh, khususnya di sekitar warung-warung. Namun, banyak juga penonton yang memilih bertahan di pematang, terlebih bagi mereka yang telah berbekal payung.

Perlombaan sendiri tak lantas berhenti oleh hujan. Joki-joki tetap bergiliran memacu sapi-sapi mereka.
Acara pacu jawi baru akan sepenuhnya kelar menjelan petang. Namun, saya dan rombongan saya tak menanti hingga keseluruhan acara pacu jawi rampung. Selepas pukul 15.00, kami meninggalkan Sawah Kandang Dalam serta Jorong Gurun. Mobil membawa kami ke Bukittinggi, tempat kami berencana menginap. Selain itu, kami juga perlu mencari rumah makan untuk untuk bersantap siang yang jadwalnya sudah kami undurkan sekitar tiga jam demi menonton pacu jawi... . (BERSAMBUNG)

2 komentar:

  1. mantap artikelnya mas..
    kami juga memiliki paket perjalanan yang merasakan Minangkabau Sensation : Dari Jawi ka Randang 4D 3N
    bergabunglah bersama kami..
    terima kasih

    BalasHapus
  2. Mantap bro..kebetulan saya orang asli payakumbuh. Salam kenal bro ...

    BalasHapus