Kamis, 23 Mei 2013

Ada Pelatih Britania Raya yang Lebih Hebat dari Fergie

Oleh Yoseph Kelik
TROFI (foto diambil dari avfc.co.uk)

SIR Alex Ferguson memang telah memenangkan 49 trofi sepanjang 39 tahun karir manajerialnya. Jelas suatu rekam jejak prestasi yang sangat mentereng. Barangkali piala-piala itu setara dengan seluruh piala milik tiga atau empat klub digabung menjadi satu.

Hanya saja, satu pertanyaan kecil, apa dengan seluruh rentengah piala yang dipunyai SirAlex, kita lantas bisa menabalkannya sebagai manajer sepakbola terbaik se-Britania Raya?
Jawabannya sepertinya masih arguable. Malah, saya secara pribadi agaknya lebih condong kepada jawaban tidak.

Seingat saya, paling tidak masih ada dua manajer sepakbola Britania Raya lain dengan raihan gelar sementereng Sir Alex. Dua orang itu adalah sosok-sosok lawas. Sudah bertahun-tahun tak lagi aktif di dunia sepakbola. Tak cuma karena telah pensiun, tapi juga karena telah berstatus almarhum. Nama dua manajer sepakbola itu adalah Brian Clough serta Bob Paisley.

Mungkin tak banyak dari anda yang masih mengingat keduanya. Bahkan, boleh jadi anda pun tak mengenal mereka sama sekali. Tak apa. Bukan sesuatu yang benar-benar salah. Ingatan manusia memang sering kali pendek. Gebyar sosok-sosok manajer-pelatih terkini: Mourinho, Guardiola, Villas Boas, Juergen Klopp, pun terasa  lebih memukau bagi kita. Lagi pula ini toh juga bukan sebuah materi pengetahuan, yang jika anda sampai tak tahu, bakal membuat anda tak lulus sekolah atau kuliah.

Namun, saya sungguh tidak membual bahwa Brian Clough dan Bob Paisley adalah para manajer sepakbola luar biasa, lebih dari sekadar hebat. Mereka pantas disebut sekaliber Sir Alex Ferguson. Bahkan mungkin melebihi Opa Fergie.

Back to Back   
"I wouldn't say I was the best manager in the business, but I was in the top one."

Boleh jadi anda merasa familiar dengan quote tadi. Coba bandingkan dengan ucapan "please don't call me arrogant, but I'm European champion and I think I'm a special one" dari Jose Mourinho. Terasa punya kemiripan kan?

Namun, quote tadi bukanlah milik Mourinho. Quote tadi milik Brian Clough, seorang pelatih sepakbola yang lahir pada 12 Maret 1935 dan meninggal dunia pada 20 September 2004. Hanya saja, semasa hidupnya dan ketika aktif memanajeri dan melatih klub-klub sepakbola, Clough memang terkenal bermulut tajam, mirip reputasi Mourinho saat ini.
BRIAN Clough (foto diambil dailyrecord.co.uk)
Rekam jejak prestasi paling moncer Brian Clough ada ketika ia menukangi Nottingham Forest. Di Forest, Clough memegang kendali antara 1975 sampai dengan 1993, 18 tahun. Jauh lebih panjang dari masa jabatan rata-rata para manajer dan pelatih sekarang ketika menukangi sebuah klub.

Tapi, memang sih 18 tahunnya Clough di The Tricky Trees cuma setara dengan dua per tiga total masa jabatan Sir Alex di Manchester United. Raihan prestasi gelar juara Clough selama 18 tahun di Forest adalah 11 trofi. Jadi, memang jauh lebih sedikit dari seluruh trofi Sir Alex di Man U.

Hanya saja, biarpun secara masa jabatan maupun total piala lebih minor ketimbang Sir Alex, Clough tetap punya sejumlah poin spesial. Forest yang dipimpin Clough selama hampir dua dekade bukanlah klub yang sekaya, semapan, lagi bereputasi seprestisius Manchester United, Liverpool, Arsenal, dan Tottenham Hotspur, klub-klub yang secara tradisional menguasai persepakbolaan Inggris. Forest yang mesti ditangani Clough awalnya bukanlah tim yang beredar di Divisi Utama Liga Inggris, nama kasta tertinggi Liga Inggris sebelum diganti nama menjadi Liga Primer.  Clough antara 1975-1977 mesti memimpin dan membangun suatu Forest yang masih berkutat di Divisi Dua. Hebatnya, begitu akhirnya menjalani  promosi di Divisi utama pada musim 1977/1978, Forest langsung dibawa Clough merengkuh trofi juara.  

Keajaiban Forest di level domestik itu ternyata kian terasa ajaib karena lantas disusul kejayaan di level Eropa.  Clough sukses membawa Forest dua kali juara Piala Champions, yang sekarang dikenal sebagai Champions League, back to back pada musim 1978/1979 serta musim 1979/1980. Inilah satu poin spesial Clough yang tetap tak bisa dipunyai Sir Alex sampai pensiunnya.

Pada tahun 2000, ketika Fergie gagal menyambung raihan prestasi juara Champions League perdananya dari musim sebelumnya dengan prestasi serupa, Clough pun berani jumawa meledek.  "For all his horses, knighthood and championships, he hasn't got two of what I've got. And I don't mean balls," demikian komentar nyelekit Clough kala itu menanggapi kegagalan Fergie.

Para fans Manchester United dan pengagum Sir Alex bisa jadi balik mencibir Clough serta kenyinyiran. Halaah...Clough itu toh nggak pernah dapet gelar juara antar benua serta juara dunia. Sir Alex pernah tuh... . Pensiunnya Clough juga malu-maluin, mencoreng karir panjang kepelatihannya yang semula keren dengan gagal menyelamatkan Forest dari degradasi pada  akhir musim1992/1993. Boleh jadi begitulah pembelaan dari kubu pendukung Sir Alex.

Ah, tapi bukan tanpa sebab juga saya memilih prestasi back to back Champions Cup sebagai dasar argumen menyebut Clough pelatih yang semumpuni Fergie, atau bahkan boleh jadi lebih bagus sebenarnya. Saya sungguh percaya Champions Cup alias Champions League adalah ajang kejuaran sepakbola terbaik di dunia. Di situ, klub-klub Eropa dengan status terunggul serta termapan, baik dari segi materi pemain dan pelatih, manajemen, juga kekuatan finansial hingga pembinaan pemain muda, saling bertarung. Mereka yang terbaik di Eropa tersebut notabene tetap bisa disebut sebagai yang terbaik pula di dunia hingga sejauh ini. Buktinya, memenangkan trofinya secara berturut-turut ternyata sangat susah, dan memang kian susah dari dekade ke dekade. Terakhir kali itu terjadi hampir seperempat abad lalu, yakni ketika Milan menjuarainya pada musim 1988/1989 serta 1989/1990.

Boleh jadi, bakal ada suara pembelaan dari kubu pengagum Sir Alex. Mendasarkan argumen bahwa persaingan di era Champions League yang dialami Fergie lebih ketat ketimbang era Champions Cup yang dialami Clough.

Dulu, Clough memang memimpin timnya ketika kejuaraan antarklub terelite Eropa itu masih sekadar menganut format sistem gugur home and away. Peserta kejuaraan pun lebih sedikit, cuma juara liga masing-masing negara.

Fergie memimpin timnya ketika peserta kejuaraan jauh lebih banyak. Tak cuma juara-juara liga domestik, tapi juga runner up serta posisi tiga besar dan empat besar di liga, tergantung jatah masing-masing, hasil hitungan koefisien dari UEFA. Sebagaimana tercermin dari nama ajang yang menjadi Champions League, format kejuaraan yang kudu dihadapi Fergie pun lebih rumit serta berdurasi lebih panjang. Bentuknya menjadi sistem kompetisi penuh yang terbagi dalam beberapa grup, bersambung dengan sistem gugur tandang-kandang mulai dari babak perdelapan final sampai dengan semi final, lalu dipungkasi dengan satu laga grand final di sebuah kota pilihan UEFA.

Namun, orang sebaiknya tak juga lupa akan aneka keunggulan teknologi yang sebenarnya dinikmati Fergie, para manajer dan pelatih sepakbola lainnya saat ini, sekalian juga para pemain yang mereka tangani. Sekarang ada rekaman video untuk analisis pola permainan calon tim lawan maupun calon pemain incaran. Sekarang ada staf-staf yang mampu secara saintifik merekayasa pola latihan maupun pola makan agar para pemain terjaga fitalitasnya. Bahkan, ada juga laboratorium terkomputerisasi yang  mampu memonitor kinerja pemain, merancang program latihan yang ideal, hingga menentukan probabilitas cedera. Penanganan cedera dari mulai yang sekadar membutuhkan fisioterapi hingga pembedahan makin hebat, lebih mampu memberi pemulihan yang tuntas, lebih cepat mengembalikan pemain beraksi di lapangan. Atas berkah kemajuan teknologi, bola, sepatu, kostum, hingga lapangan kian berevolusi ke arah lebih nyaman digunakan.  Bisa dipastikan apa yang mereka nikmati itu jauh lebih maju ketimbang era Clough.  

Bagaimanapun, Clough sungguh merupakan bagian dari daftar pendek manajer dan pelatih sepakbola yang pernah back to back memenangkan trofi Si Telinga Besar. Clough bersanding dengan delapan pelatih dan manajer lain yang sanggup melakukan hal yang sama. Delapan nama lain itu adalah Jose Villalongo Llorente (juara 1955/1956 dan 1956/1957 bersama Real Madrid), Luis Carniglia (juara 1957/1958 dan 1958/1959 bersama Real Madrid), Bela Guttman (juara 1960/1961 dan 1961/1962 bersama Benfica), Helenio Herrera (juara 1963/1964 dan 1964/1965 bersama Inter Milan), Stefan Kovacs (juara 1971/1972 dan 1972/1973 bersama Ajax Amsterdam), Dettmar Cramer  (juara 1974/1975 dan 1975/1976 bersama Bayern Muenchen), Bob Paisley (juara 1976/1977 dan 1977/1978 bersama Liverpool), serta Arrigo Sacchi (juara 1988/1989 dan 1989/1990 bersama AC Milan).

Dalam soal maju ke final Champions, rekor kemenangan Clough pun sempurna alias 100 persen. Pasalnya, Clough mendapatkan dua trofi Champions koleksinya dari dua kesempatan yang dipunyainya. Bandingkan dengan Fergie, yang juara dua kali dari empat kesempatan yang pernah didapatkannya. Rekor kemenangan Fergie di final Champions cuma 50 persen, separo dari yang dimiliki Clough.    

Tiga Kali
Sudah cukup seksama membaca daftar delapan nama manajer sepakbola  "sesama" Brian Clough di atas, yang sama-sama pernah sukses membawa klub asuhan mereka back to back juara Champions? Tentu anda menemukan nama Bob Paisley kan...yang merupakan manajer Liverpool antara 1974 sampai dengan 1983.

BOB Paisley (foto diambil dari mirror.co.uk)
Banyak dari anda mungkin tak puas dengan sekian argumen saya sebelumnya, bahwa seorang Brian Clough sama hebat atau bahkan lebih hebat dari seorang Fergie. Namun, untuk seorang Bob Paisley, anda semua sepertinya mesti setuju bahwa ia lebih hebat ketimbang Sir Alex.

Masa manajerial Paisley sepanjang sembilan tahun di Liverpool  memang lebih pendek dari masa kepemimpinan Sir Alex di Man U. Namun, Bob Paisley itu aslinya mengabdi di Liverpool selama 44 tahun lho... . Bob Paisley itu seorang super duper one man club. Di Liverpool lah, Paisley menjalani seluruh karir sepakbolanya, sebagai pemain profesional maupun staf teknis, kepelatihan, dan manajerial.

Paisley menjadi pemain sepakbola Liverpool mulai 1939 sampai dengan 1954. Hanya saja enam tahun pertamanya berstatus sebagai pemaian Liverpool mesti terjeda oleh keharusan wajib militer dalam kancah Perang Dunia II.

Pensiun bermain, Paisley tak meninggalkan The Reds. Antara 1954 dan 1959, ia ganti menjadi seorang fisioterapis. Pada 1959, Paisley lalu naik pangkat menjadi coach alias asisten pelatih bagi manajer Bill Shankly. Posisi coach dipegang Paisley sampai 1974, tahun ketika dipromosikan sebagai manajer menggantikan Shankly.

Selama sembilan tahun menakhodai Pasukan Anfield, Bob Paisley sukses memenangkan 20 trofi domestik maupun Eropa.Termasuk di dalam panen trofi tersebut adalah prestasi prestisius back to back juara Champions Cup pada musim 1976/1977 serta musim 1977/1978.

Dengan 20 trofi dalam sembilan tahun, maka rata-rata perolehan trofi Paisley adalah 2,22 trofi per tahun. Rerata perolehan trofi per tahun Paisley itu jauh mengunguli rerata raihan trofi 1,34 per tahun-nya Sir Alex. Antara 2,22 dan 1,34 ada selisih 1,12 lho... .

Oh ya, Bob Paisley di level Eropa tak cuma pernah memenangkan Piala Champions dalam dua musim berturut-turut. Ia sebenarnya menjuarai Champions Cup sebanyak tiga kali karena ia pun memimpin The Reds merebut Si Telinga Besar pada musim 1980/1981. Sampai sekarang pun cuma Paisley lah manajer sepakbola yang tercatat pernah tiga kali juara Champions. Hebatnya lagi, Paiseley memenangkan tiga kali gelar juara itu dari total tiga kesempatan final yang pernah diperolehnya. Paisley tak pernah kalah di final Champions, rekor kemenangannya di final Champions 100 persen.

Hmmm...sekarang anda percaya kan ada pelatih Britania Raya yang lebih hebat dari Sir Alex Ferguson... .
<<<+>>>



ARTIKEL BERKAITAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar