Minggu, 03 Februari 2013

Mengelus Dada karena Omongan Daming dan Tawa Para Anggota DPR

Oleh Yoseph Kelik

(foto diunduh dari 123rf.com)
 
SEORANG pria berusia paro abad menghadap kepada para anggota parlemen republik ini pada Senin, 14 Januari 2013. Tuan dan puan yang ia sowani adalah para anggota Komisi III.

Sang pria paro abad itu sendiri adalah seorang hakim senior, menjabat sebagai pemimpin di sebuah Pengadilan Tinggi di satu provinsi di Luar Jawa. Hal yang membuatnya datang ke Senayan pada Senin itu adalah keharusan menjalani uji kepantasan dan kelayakan di hadapan para anggota Komisi III DPR RI dari.
Pasalnya, sang hakim senior sedang mencalonkan diri menjadi satu di antara pejabat hakim agung di republik ini.

Suatu kali pada Senin itu, di tengah uji kepantasan dan kelayakan. sang tuan paro abad ditanya anggota parlemen tentang setuju tidaknya dirinya terhadap pemberian vonis hukuman mati bagi pelaku perkosaan. Rupanya, sang tuan paro abad menjawab tak setuju. Katanya, pemerkosa dan korban perkosaan sama-sama menikmati. Karena itulah, menurutnya, tak perlu pidana mati untuk kasus itu.

Pada waktu tanya jawab tersebut berlangsung, tampaknya tak ada yang menganggap jawaban sang tuan paro abad sebagai sesuatu yang keliru. Justru omongan tuan hakim itu agaknya dianggap sebagai sesuatu yang lucu. Buktinya para anggota parlemen malah sempat tertaawa beberapa lama karenanya.

Sang tuan hakim baru mulai sadar bahwa segalanya tidak baik-baik saja sekeluarnya dia dari ruangan. Yakni ketika para juru pemburu warta mulai mencecarnya dengan tanya. Tanya yang meminta penjelasannya terhadap kata-katanya tentang pemerkosa dan korban perkosaan sama-sama menikmati. Mengenai hal tersebut, sang tuan hakim berkilah. Ia menyebut kata-katanya tentang "sama-sama menikmati" sebagai canda. Pun, ia mengimbuhkan bahwa kata-kata itu terucap di tengah ia sedang merasa tegang dan nervous, dalam keharusan menjawab pertanyaan-pertanyaan para anggota dewan.

Hanya saja kabar tentang ucapan sang tuan hakim tetap saja menyebar. Situs berita serta siaran televisi jadi penggaung serta penggema awalnya. Lalu segera bersambung ketikan cuit dari berjuta jemari pengguna situs jejaring sosial. Yang pastinya bertaut pula dengan gunjingan dari mulut ke mulut. Sayangnya, itu bukan sesuatu yang mendatangkan pujian bagi sang tuan hakim yang bernama Daming Sunusi tersebut. Itu lebih berupa omelan, kecaman dan umpatan. Maka, boleh dikata nama Daming Sunusi pun menjadi nama yang paling dibenci di Indonesia pada tengah Januari 2013. Membuat sang pemilik nama kudu repot meminta maaf berulang kali sampai pucat kuyu wajahnya.



*
Saya mendadak tertarik menerka-nerka, tentang yang ada di kepala hakim Daming sehingga sampai omong”'pemerkosa dan korban sama menikmati”. Pertama-tama saya pilih berbaik sangka dulu. Siapa tahu Daming pas di depan Komisi III DPR RI memang keseleo lidah karena nervous alias tegang, sebagaimana pengakuannya.

Saya masih pula berbaik sangka. Jangan-jangan yangg dimaksudkan Daming pad Senin, 14 Januari 2013 itu nggak leter lek. Ucapan “pemerkosa dan korban sama menikmati” itu jangan mesti ditafsir sedikit ledih mendalam. Soalnya, omongan kurang pantas dari Daming,ternyata mengingatkan saya kepada beberapa pelaporan kasus perkosaan,juga berita tentangnya di media massa. Banyak cerita perkosaan tentunya memang tragis, bikin ngelus dada dan marah. Namun, kadang ada juga beberapa cerita perkosaan bikin dahi berkerut, merasa ada yang janggal di dalamnya.

Perkosaan yang menimbulkan rasa sangsi itu lebih terasa sebagai ''perkosaan'' alias perkosaan dalam tanda kutip. Boleh jadi kalau ditelusur, kasus itu sebenarnya bukan perkosaan, tapi lalu dilaporkan ke kepolisian atau aparat pemerintah desa sebagai suatu perkosaan. Contoh untuk itu adalah dilaporkannya cowok oleh ceweknya atau keluarga cewek setelah cowok-cewek tersebut, yang sebenarnya satu pasangan, melakukan (beberap kali) hubungan seks. Contoh lain untuk ''perkosaan'' ya dilaporkannya seseorg oleh pasangan selingkuhnya. Boleh jadi (beberapa) hubungan seks di antara pasangan pacar maupun pasangan selingkuh tadi berdasarkan suka sama suka. Perkembangn keadaan,kekecewaan dan sebagainya lah yang mengubah hubungan suka sama suka akhirnya sampai ke polisi sebagai laporan perkosaan.


Daming sampai berkomentar menyebalkan di DPR itu karena mau menekankan tentang adanya ''perkosaan'' alias perkosaan yg aslinya bkn semacam tadi. Sayangnya, memang ada bias gender kronis pada cara berpikir Daming.  Akhirnya yang keluar dar mulut ya seperti pada Senin di tengah januari itu.  Parahnya lagi, keseleo lidah Daming memang kebangeten: ada kata-kata “sama-sama menikmati” segala. Aduuuh... .

Daming memang kemudian meminta maaf secara terbuka, tetapi sebagai seorang dengan jabatan setinggi dia, keseleo lidahnya nggak cukup ditebus kata-kata maaf. Keseleo lidah Daming seharusnya ditebus dengan pengunduran diri, paling tidak pengunduran diri dari pencalonannya sebagai calon hakim agung. Daming memang tak mengundurkan diri dari pencalonan itu. Namun, syukurkan, bapak hakim senior satu ini akhirnya pada 24 Januari 2013 tak lolos ke tahapan seleksi selanjutnya.

Oh ya, dalam hal komentar menyakitkan tentang perkosaan di Gedung DPR itu, menurut saya bukan cuma Daming yg salah. Para anggota DPR yang sampai ketawa-tawa saat mendengar komentar Daming sebenarnya salah juga. Salah yang besar. Tidak sepantasnya anggota-anggota DPR itu sampai ngakak ketika Daming omong “pemerkosa dan korban sama menikmati”. Pas Daming berkomentar “pemerkosa dan korban sama menikmati”, seharusnya ada dari anggota-anggota DPR itu yang menyanggah atau malah Walk Out.

Keseleo lidah Daming plus tawa tak pantas DPR tentang perkosaan itu sesuatu yang ironis. Padahal Indonesia punya banyak PR tentang perkosaan. Ingat beberapa waktu lalu saja ada rentetan tindak perkosaan terhadap penumpang perempuan di angkot dan taksi di banyak daerah, khususnya Jabotabek. Ingat juga kalau Indonesia sebenarnya punya PR pengungkapan kasus perkosaan perempuan-perempuan etnis Tionghoa saat Kerusuhan Massal Mei 1998. Yah, komentar Daming dan tawa DPR yang sama-sama tak pantas pada tengah Januari 2013 kiranya representasi cara berpikir elite Indonesia, tentang penegakan hokum dan perlindungan perempuan, yang ternyata masih bikin kita mengelus  dada.
<<<+>>>



KETERANGAN:
Tulisan dikembangkan dari 24 twit di akun Twitter @sephkelik pada 15 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar